Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bikin Heboh Seluruh AS, Elon Musk Tuding Organisasi Media di Amerika Rasis!

Bikin Heboh Seluruh AS, Elon Musk Tuding Organisasi Media di Amerika Rasis! Kredit Foto: Instagram/Elon Musk
Warta Ekonomi, Jakarta -

CEO Tesla, SpaceX dan Twitter, miliarder Elon Musk menuding media-media di Amerika sebagai rasis terhadap orang kulit putih dan Asia. Musk memposting komentarnya di Twitter sebagai tanggapan atas berita bahwa organisasi media di seluruh AS memutuskan untuk tak menayangkan komik "Dilbert" dari sindikasi setelah penciptanya, Scott Adams, menyampaikan kalimat rasis dalam sebuah video di saluran YouTube-nya minggu lalu.

Dalam video tersebut, Adams membahas jajak pendapat yang dilakukan oleh Rasmussen Reports yang berhaluan kanan yang mengatakan 26% responden kulit hitam tidak setuju dengan pernyataan
"Tidak apa-apa menjadi kulit putih".

Ungkapan ini dirujuk dalam jajak pendapat mereka telah diberi label slogan kebencian oleh Liga Anti-Pencemaran Nama Baik. Dalam videonya, Adams menyebut orang kulit hitam yang menolak ungkapan itu sebagai kelompok pembenci.

Baca Juga: Tak Dendam Meski Sempat Diremehkan, Elon Musk Tetap Mupeng Warren Buffett Investasi di Tesla

Adams juga mengatakan bahwa dia secara pribadi memilih untuk tinggal di komunitas tanpa adanya orang kulit hitam. Ia kemudian menyarankan agar penonton kulit putih untuk menjauh dari orang kulit hitam.

Video Adams diterbitkan selama bulan Black History di AS, yang didirikan pada tahun 1976 oleh Presiden Gerald Ford sebagai periode untuk menghormati perjuangan dan kontribusi orang kulit hitam Amerika.

Di antara outlet berita yang memutuskan untuk tidak menayangkan komik "Dilbert" adalah The Los Angeles Times, The Oregonian, The Cleveland Plain Dealer, Washington Post dan USA Today.

Mengutip CNBC International di Jakarta, Senin (27/2/23) Musk membuat klaimnya tentang media dan beberapa institusi pendidikan tinggi serta sekolah menengah di AS sebagai kelompok rasis tanpa memberikan bukti apa pun.

"Media itu rasis." Dia kemudian menambahkan, “Untuk waktu yang sangat lama, media AS bersikap rasis terhadap orang non-kulit putih, sekarang mereka rasis terhadap orang kulit putih & orang Asia. Hal yang sama terjadi dengan perguruan tinggi elit & sekolah menengah di Amerika. Mungkin mereka bisa mencoba untuk tidak menjadi rasis.”

Menurut Pew Research, karyawan ruang redaksi lebih cenderung berkulit putih, berjenis kelamin laki-laki daripada pekerja AS secara keseluruhan. Dalam film dan TV, menurut penelitian McKinsey, "Bakat kulit hitam kurang terwakili di seluruh industri, terutama di luar layar." Kurang dari 6% penulis, sutradara, dan produser film produksi AS berkulit hitam, kata McKinsey.

Sementara menurut data Biro Sensus AS terbaru yang tersedia, sekitar 29% orang kulit putih non-Hispanik di AS telah mencapai gelar sarjana atau tingkat pendidikan yang lebih tinggi, sekitar 18,4% orang kulit hitam di AS telah mencapai tingkat pendidikan tersebut, dan sekitar 51,3% orang Asia telah mencapai tingkat pendidikan tersebut.

Terlepas dari pencapaian pendidikan Asia-Amerika, orang Asia kurang terwakili dalam peran kepemimpinan di perpustakaan akademik dan pendidikan tinggi AS, menurut penelitian oleh Mihoko Hosoi, yang diterbitkan dalam Journal of Library Administration pada tahun 2022.

Musk juga membalas satu akun Twitter yang mengatakan orang kulit putih tak bersenjata yang terkena dampak kekerasan polisi hanya mendapatkan sebagian kecil perhatian media yang diberikan kepada orang kulit hitam yang terluka atau terbunuh oleh polisi. Musk mengklaim bahwa liputan media sangat tidak proporsional untuk mempromosikan narasi yang salah.

Imran Ahmed, CEO dan pendiri Center for Countering Digital Hate membalas cuitan Musk.

“Elon Musk berusaha untuk menggambarkan dirinya sebagai seorang juara anti-rasisme yang aneh. Sedangkan pada kenyataannya ketika dia mengambil alih Twitter, dia membuat sebuah serangkaian keputusan yang mengganggu untuk mengubah aturannya guna menyambut kembali kebencian rasis ke platform dan, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian kami, untuk mendapatkan keuntungan dari kontroversi dan perhatian yang dihasilkan oleh kebencian.”

Ahmed juga meminta pengiklan yang tersisa untuk mengevaluasi kembali apakah mereka ingin membelanjakan anggaran mereka di Twitter, mengingat keyakinan Musk dan perubahan yang telah dia lakukan pada platform Twitter.

Pasalnya, di bawah pengawasan Musk, Twitter telah memulihkan akun beberapa tokoh yang sebelumnya dilarang dan memecah belah, termasuk pendiri situs web neo-Nazi Andrew Anglin. Langkahnya menyebabkan peningkatan ujaran kebencian yang belum pernah terjadi sebelumnya di platform tersebut dan menuai protes langsung dari para pemimpin hak-hak sipil.

Ratusan pengiklan top Twitter sejak itu menghentikan atau menarik kembali belanja iklan di sana. Satu perusahaan memperkirakan pendapatan iklan Twitter turun sebanyak 70% pada Desember dari tahun sebelumnya. Musk mengakui dalam tweet bulan November bahwa perusahaan mengalami penurunan pendapatan besar-besaran setelah pengiklan menghentikan pengeluaran di platform media sosial tersebut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: