Bamsoet Dorong Peningkatan Kesejahteraan Desa: Masa Depan Indonesia Tak Berasal dari Kota...
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), melantik pengurus DPP Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (ABPEDNAS) di bawah kepemimpinan Ketua Umum Indra Utama dan Sekretaris Jenderal Deden Samsudin. ABPEDNAS menjadi 'Rumah Besar' bagi para anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang jumlahnya lebih dari 500 ribu jiwa.
Bamsoet menerangkan, masa depan Indonesia justru bukan berada di kota, melainkan terdapat di desa yang menyimpan berbagai kekayaan sumber daya alam serta sumber daya manusia. Stabilitas nasional juga berakar dari desa.
Baca Juga: Bamsoet Dorong Penghapusan Diskriminasi Terhadap Hak Perempuan
"Jika desa kondusif, situasi nasional juga kondusif. Karena itu, sebagai lembaga permusyawaratan pada unit pemerintahan daerah terkecil yang langsung bersentuhan dengan kepentingan rakyat, BPD memiliki peran penting dalam memajukan desa," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/3/2023).
Dia menuturkan, BPD memiliki tanggung jawab untuk menggali, menghimpun, mengelola, dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa. BPD juga mengemban amanat untuk membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, serta melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
Fungsi kemitraan dan fungsi pengawasan tersebut sangat penting agar program pembangunan yang diemban oleh pemerintah desa benar-benar bedampak nyata bagi kemajuan masyarakat desa. Apalagi dengan adanya alokasi dana desa yang mencapai lebih dari Rp1 miliar per desa.
BPD harus dapat mengambil peran untuk memastikan bahwa dana desa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk program pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa. Kehadiran dana desa, kata Bamsoet, dimaksudkan sebagai katalisator pembangunan desa yang pemanfaatannya dapat mendorong gerak perekonomian rakyat.
"Artinya, pengelolaan dana desa tidak hanya menghasilkan output dan outcome, tetapi harus memberikan benefit bagi masyarakat desa. Sebagai stimulus pembangunan desa, dana desa juga tidak seharusnya menjadi penghambat kreativitas desa untuk mengoptimalkan sumber pendapatan lain yang sudah ada di luar dana desa, serta potensi-potensi sumber pendapat asli desa yang baru," jelasnya.
Dia mengatakan, Indonesian Corruption Watch (ICW) melaporkan kasus korupsi dana desa memiliki kecenderungan selalu meningkat. Sepanjang tahun 2015 hingga 2017 saja sudah meningkat sembilan kali lipat, yaitu dari 17 kasus pada tahun 2015 menjadi 154 kasus pada tahun 2017.
Secara akumulatif, pada rentang waktu sejak tahun 2015 hingga tahun 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mencatat sebanyak 601 kasus korupsi di desa dengan jumlah tersangka 686 orang. Kasus terkait pengelolaan keuangan desa masuk dalam daftar tiga besar korupsi terbanyak di Indonesia. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 juga menunjukkan bahwa perilaku koruptif masyarakat desa berada di angka 3,83, atau lebih tinggi daripada masyarakat perkotaan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement