Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jelaskan pada Media Luar dalam Pemilu Selalu Ada Keterbelahan, Anies Akui Gunakan Politik Identitas?

Jelaskan pada Media Luar dalam Pemilu Selalu Ada Keterbelahan, Anies Akui Gunakan Politik Identitas? Kredit Foto: Ig @aniesbaswedan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Isu politik identitas yang selalu dikaitkan dengan Anies Baswedan rupanya juga diketahui pihak luar. Dalam wawancara resmi yang disiarkan program berita Australia, Jurnalis ABC Australia, Beverley O’Connor, menanyakan langsung hal itu pada mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Sang jurnalis mengungkit Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017 silam. Saat itu, Anies bertarung dengan gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang berlatar etnis Tionghoa dan beragama Kristen.

Baca Juga: Ribut-ribut Tunda Pemilu 2024, Ada yang Takut Lawan Anies Baswedan?

Anies dituduh memakai politik agama karena mendapat dukungan dari kelompok FPI, ormas yang kini sudah dibubarkan. Bahkan, hingga saat ini, mantan Mendikbud itu malah dijuluki Bapak Politik Identitas.

"Anda sangat dikritik karena kampanye yang sangat membelah, ketika Anda mencalonkan Gubernur dan menang. Anda bekerja sama, Anda memainkan kartu agama dan hal itu menghantui Anda sejak saat itu. Apakah Anda menyesalinya?" tanya Beverley dalam bahasa Inggris.

Anies lalu menyambut pertanyaan itu dengan retorika khasnya sambil memberi penjelasan. Menurutnya, Pemilihan Umum (Pemilu) memang begitu, selalu ada keterbelahan. Contohnya, jika kandidat berbeda jenis kelamin, satu laki-laki dan satu perempuan, isu gender akan mendominasi pembicaraan. Itu bisa menjadi faktor keterbelahan.

"Kemudian jika calon berasal dai kelompok etnis berbeda, faktor etnis dapat menjadi faktor ketebelahan," jelas bacapres Partai NasDem itu, dikutip Jumat (17/3/2023).

Jangankan Pemilu, tegas Anies, hal sama terjadi saat referendum. Ia mencontohkan saat penentuan Britania Raya apakah akan keluar dari Uni Eropa atau tidak.

"Bahkan ketika Anda mengadakan referendum di mana tidak ada orang untuk dipilih. Tidak ada ketelibatan isu agama, tetap bisa jadi pembelahan. Misalnya Brexlit, terjadi keterbelahan di sana. Tidak ada kandidat, tidak ada agama, tidak ada aliran kepercayaan dalam referendum tersebut," terangnya.

"Jadi sama saja jika ada calon Muslim dan calon Kristen, maka isu agama jadi perhitungan," lanjut eks Rektor Universitas Paramadina itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: