Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Memoar Buku Kadiroen 'Berjalan Sampai Ke Batas' Pelopori Tulisan Warisan Sejarah Keluarga buat Indonesia

Memoar Buku Kadiroen 'Berjalan Sampai Ke Batas' Pelopori Tulisan Warisan Sejarah Keluarga buat Indonesia Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Buku bertitel “Berjalan Sampai ke Batas” menceritakan perjalanan panjang seorang rakyat Indonesia biasa kelahiran Demak, Jawa Tengah bernama Kadiroen Kromodiwirjo (1898 – 1986). Buku otobiografi yang mengisahkan Kadiroen, lulusan Sekolah Angka Satu (Ongko Siji) 1906 – 1911 ini, dimulai dari kisahnya menjadi pegawai di perusahaan kereta api SCS (Semarang Cirebon Stoomtram Maatschappij), lantas kemudian aktif di pergerakan Sarekat Islam di Kaliwungu, Semarang. Bagaimana ia tumbuh berkembang menjadi sosok pribadi yang jujur, ulet, tekun dan bekerja keras, berpendirian teguh dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang diyakininya. Bagaimana kemudian ia menjadi seorang pejuang politik nasionalis yang tanpa kompromi mencita-citakan Indonesia merdeka.  Sampai akhirnya tahun 1926 Pemerintah Hindia Belanda melakukan penangkapan anggota dan aktivis pergerakan nasional, yang kemudian dibuang ke Digul, Irian Barat (1928).    

Menurut pandangan Guru Besar Sejarah dari Universitas Indonesia Prof. Dr. Susanto Zuhdi, buku ini menarik untuk dibaca, karena ditulis oleh seorang masyarakat biasa. “Kadiroen menulis kisah biografinya dengan kesadaran sendiri, tanpa ada permintaan dari pihak lain. Dengan menulis sendiri kisahnya, selain ia mewariskan nilai-nilai penting kepada keturunannya kelak, ia juga menyajikan fakta seperti sanggup hidup bertahan di dalam kamp pembuangan di masa lalu (Digul yang hutan belantara dengan masih tinggi kemungkinan terjangkit malaria atau meninggal karena dimakan Binatang buas). Sehingga di masa kini kisah tersebut diteladani, dengan sebaiknya  tidak mudah berputus asa saat kita menghadapi kondisi yang cukup sulit.” 

Susanto menjadi pembahas dalam serial Bincang Sejarah ke-15 dan bedah buku “Berjalan Sampai ke Batas, Kisah Nyata seorang Digulis, yang diasingkan ke Boven Digul, Papua, diadakan oleh Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) bekerjasama dengan keluarga besar Kadiroen Kromodiwirjo, di Departemen Sejarah - Fakultas Ilmu Budaya  - UI, Selasa (21/3). Tampil sebagai pembicara utama Duta Besar Triyono Wibowo, serta pembahas Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, Guru Besar Sejarah dari Universitas Diponegoro. 

Susanto mengakui masyarakat Indonesia dinilai masih lemah dalam penulisan sejarah keluarga. Berbeda kondisinya dengan masyarakat di luar Indonesia, menceritakan kisahnya menjadi buku adalah hal yang biasa (lazim). Padahal kisah keluarga menjadi sumber otentik dalam mentransmisikan nilai-nilai kehidupan kepada generasi berikutnya. “Ada kendala dalam penulisan kisah sejarah keluarga. Yang pertama adalah kendala sikap Bangsa Indonesia yang “terkesan sombong” apabila bicara mengenai diri sendiri dan keluarganya. 

Padahal apa yang dikemukakan oleh Kadiroen lewat bukunya tersebut secara mikro memang berkisah tentang perjuangan diri dan keluarganya. Karenanya bisa saja ada pemikiran kisah tersebut ditujukan semata-mata untuk kepentingan keluarganya.

Namun demikian di saat penutur kisah sudah berbicara secara kontekstual tentang sepenggal perjuangannya mencapai ‘Indonesia Merdeka’ maka berbagai peristiwa yang dialami oleh Kadiroen, sudah menjadi bagian dari perjalanan bangsa. Itu sebabnya kisah Kadiroen ini layak menjadi bagian konsumsi publik masyarakat bangsa Indonesia. 

Kedua, sebagai sumber utama, tidak semua orang mampu menuliskan kisahnya secara detil. Selama ini apabila menggali informasi, perlu bertanya langsung kepada pelaku sejarah, karena apabila tidak diungkapkan, maka fakta tersebut tidak muncul (tampak). Karenanya saya dapat sampaikan, belum ada yang bisa menulis seperti yang dilakukan oleh Kadiroen,” papar Susanto, sejarawan ahli bidang maritim.

Baik Susanto maupun Singgih sepakat, nilai-nilai yang diwariskan oleh Kadiroen berada pada tataran di lingkungan mana sejarah tersebut bermakna, pada konteks peristiwa atau zamannya.  Seperti zaman serba mudah di saat ini jika tidak dimanfaatkan, maka tidak akan ada artinya. Seperti halnya nilai-nilai yang diwariskan oleh Kadiroen yakni arti keluarga, kebangsaan, pendidikan, termasuk juga bagaimana Kadiroen mampu memanfaatkan berbagai peluang bisnis, menjadi relevan diterapkan pada masa kini, karena menjadi inspirasi dan motivasi untuk diri sendiri.   

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: