Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Presiden Jokowi Larang Buka Bersama dengan Alasan Covid, Pengamat Ungkap Ada Kesalahan Logika…

Presiden Jokowi Larang Buka Bersama dengan Alasan Covid, Pengamat Ungkap Ada Kesalahan Logika… Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibadurrahman YLPI Sukabumi, Jawa Barat, Toto Izul Fatah mengatakan, larangan pejabat untuk berbuka bersama, telah merusak dua logika yang menjadi dasar pelarangan tersebut. Yaitu, logika transisi covid dan logika susulan perlunya kesederhanaan.

Sebelumnya, Presiden Jokowi melalui surat Sekretaris Kabinet nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 yang melarang para pejabat untuk buka puasa bersama. 

Surat yang ditujukan kepada para menko, menteri, panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung dan para kepala lembaga negara itu, akhirnya menjadi kontroversial karena mengundang aneka spekulasi liar.

Baca Juga: Strategi Piyatun Solo, Cara Jokowi Mempromosikan Prabowo Subianto

Dijelaskan Toto, jika alasannya terkait transisi Covid-19, dari pandemi ke endemi, maka logikanya sesat dan rusak. 

“Karena covid itu bukan hanya urusan pejabat, tapi juga urusan publik,” kata Toto, dalam pesan tertulisnya, Sabtu (25/3/2023).

Kalau benar Covid-19 masih dianggap berbahaya di masa transisi menuju endemi ini, sehingga harus berhati-hati,  menurut Toto, seharusnya tidak hanya untuk pejabat. “Kenapa hanya ditujukan kepada pejabat?. Memang rakyat tak perlu kehati-hatian,” kata Toto.

Dan yang sesatnya lagi, lanjut peneliti senior LSI Denny JA ini,  kenapa harus buka puasa yang menjadi sasaran kehati-hatian itu. 

Sebab, kalau dibilang ada kerumunan, publik akan dengan mudah membandingkan dengan konser Deep Purple di Solo tanpa masker, atau pesta nikahan keluarga presiden sendiri yang sama-sama dihadiri ribuan orang.

Baca Juga: Menghadapi Perebutan Kursi Jokowi, Anies Baswedan Terkait Sosok Duetnya Sendiri: Cukup Lima...

Toto menambahkan, logika kedua yang rusak, adalah justru pada penjelasan Pramono Anung setelah surat yang ditandatanganinya itu heboh. Yaitu, soal perlunya para pejabat hidup sederhana setelah belakangan mereka disorot karena, salah satunya, pamer kemewahan.

“Logika publik yang paling  sederhana, buka puasa bersama dianggap sebagai ajang kemewahan, sehingga harus ditiadakan. Tentu ini tak masuk akal, karena semewah-mewahnya buka bersama itu paling ada pembagian bingkisan sarung dan mukena. Masa berbagi barang seperti itu dibilang mewah. Bukan kah ramadhan itu sejatinya harus jadi momentum berbagi?,” tegasnya.

Karena itu, dalam pandangan Toto, penjelasan susulan Pramono itu bukan menjelaskan, tapi malah menyesatkan. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

Advertisement

Bagikan Artikel: