Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang kini tengah digodok di DPR RI mendapat sorotan tajam dari Ahli Hukum Tata Negara Agus Riewanto.
Menurut pengajar di FH Universitas Sebelas Maret Surakarta ini, RUU Kesehatan dibentuk dengan teknik Omnibus Law, yakni mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru ketentuan pasal, ayat dan bagian ayat dari berbagai undang-undang yang memiliki kesamaan.
Teknik omnibus law sering disebut sebagai undang-undang sapu jagad (one for everthing).
"RUU Kesehatan telah mengubah berbagai Undang-Undang yang terkait dengan sektor kesehatan. Namun terdapat sektor yang tidak terkait dengan kesehatan dipaksakan untuk menjadi bagian dari RUU Kesehatan ini, yakni BPJS Ketenagakerjaan dan berpotensi membahayakan fungsi BPJS sebagai lembaga negara mandiri,” kata Agus.
Lebih lanjut, Agus menyatakan bahwa RUU Kesehatan ini telah mengubah 9 (sembilan) pasal dalam UU BPJS, yaitu Pasal 7, 11, 13, 15, 22, 24, 28, 34 dan Pasal 37.
Kemudian, menambah 2 ketentuan baru, yaitu Pasal 13A dan Pasal 15A. Salah satu ketentuan yang membahayakan desain kelembagaan negara, yaitu berkaitan dengan tata kelola kelembagaan BPJS.
"Pengaturan tata kelola kelembagaan BPJS dalam RUU Kesehatan berpotensi menimbulkan persoalan kelembagaan BPJS sebagai lembaga negara yang independen yang berstatus Badan Hukum Publik. Sebagaimana terlihat dalam ketentuan Pasal 7 bahwa BPJS bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri,” tegas Agus.
"Pengaturan ini berbahaya karena terasa janggal, sebab dalam ketentuan umum UU SJSN dan UU BPJS tidak ada penyebutan nomenklatur lembaga Kementerian. UU SJSN dan UU BPJS hanya mengenal 2 (dua) lembaga stakeholder utama BPJS, yaitu Presiden dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN),” pungkas Agus.
Dia mengusulkan, sebaiknya RUU Kesehatan ini mengembalikan roh kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan merupakan Lembaga negara yang hirarki kelembagaannya berkedudukan di bawah Presiden selaku kepala admnistrasi pemerintahan dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden, berkedudukan di ibukota negara dan dapat membentuk kantor perwakilan di provinsi dan cabang di kabupaten/kota.
"Karakter utama kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan adalah sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab kepada Presiden, BPJS bukanlah lembaga di bawah Menteri, dan tidak juga membawahi Menteri, atau tidak di bawah koordinasi kementerian atau lembaga manapun, sehingga sebagai Badan Publik Negara, BPJS memiliki otoritas kebijakan yang independen,” tutup Agus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement