Formula E Jadi Alasan Paling Masuk Akal Firli Berhentikan Endar, Pengamat: Sangat Arogan!
Keputusan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memberhentikan Direktur Penyelidikan Endar Priantoro menyisakan beragam spekulasi dari publik. Peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, pun menilai alasan Firli mengambil keputusan tersebut tidak jelas.
"Alasan pemberhentian Endar Priyantono sebagai direktur penyelidikan KPK sampai sekarang masih belum jelas," kata Herdiansyah dalam keterangannya, Rabu (5/4).
Baca Juga: Dua Polisi Diberhentikan dari KPK, Asumsi Firli Bahuri Politisasi KPK demi Jegal Anies Memanas
Pakar hukum tata negara yang akrab disapa Castro itu menduga, satu-satunya alasan Endar diberhentikan terkait dengan macetnya penanganan kasus Formula E. "Satu-satunya alasan yang rationable kenapa Endar diberhentikan, bisa jadi berhubungan erat dengan 'macetnya kasus Formula E'," ujarnya.
Menurut dia, jika benar Endar diberhentikan karena berhubungan dengan penanganan perkara Formula E, Firli jelas melakukan pelanggaran terhadap UU Nomor 19/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik dan penuntut umum.
Firli juga dinilai telah melanggar aturan yang dibuatnya sendiri, yakni Pasal 30 Peraturan KPK 1/2022. Dalam pasal tersebut disebutkan jika pegawai KPK yang berasal dari kepolisian, hanya dapat dikembalikan ke instansi induknya jika melakukan pelanggaran disiplin berat. "Pertanyaannya, pelanggaran disiplin berat apa yang dilakukan Endar?" ujarnya.
Kedua, Castro melanjutkan, pemberhentian secara spesifik terhadap penyelidik dan penyidik KPK hanya dapat dilakukan dengan alasan meninggal dunia, diberhentikan sebagai ASN, tidak lagi bertugas di bidang teknis penegakan hukum, tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelidik atau penyidik, serta permintaan sendiri secara tertulis. "Endar juga tidak masuk dalam kualifikasi ini," katanya.
Herdiansyah bahkan menyebut langkah ketua lembaga antirasuah tersebut adalah sebagai bentuk arogansi. "Tidak hanya arogan, tapi itu sudah bisa dikualifikasikan abuse of power. Mengatur KPK sesuai dengan selera pribadinya. Tidak berbasis aturan hukum," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Advertisement