Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Memahami Status Quo di Masjid Al-Aqsa, Titik Api yang Picu Konflik Israel-Palestina

Memahami Status Quo di Masjid Al-Aqsa, Titik Api yang Picu Konflik Israel-Palestina Kredit Foto: Reuters/Ammar Awad

Perubahan terbaru pada status quo

Antara tahun 1967 dan 2000, non-Muslim dapat membeli tiket dari Badan Wakaf untuk mengunjungi situs tersebut sebagai turis. Namun, setelah Intifada kedua Palestina atau pemberontakan yang pecah pada 2000 setelah kunjungan kontroversial mantan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon ke Al-Aqsa, Badan Wakaf menutup situs tersebut untuk pengunjung.

Situs tersebut tetap tertutup bagi pengunjung hingga tahun 2003, ketika Israel memaksa Badan Wakaf untuk menyetujui masuknya non-Muslim. Sejak itu, pengunjung non-Muslim dibatasi oleh polisi Israel pada jam dan hari tertentu.

Menurut Hasson, Badan Wakaf tidak mengakui pengunjung tersebut dan menganggap mereka sebagai “penyusup”.

Pada 2015, perjanjian empat arah antara Israel, Palestina, Yordania dan Amerika Serikat menegaskan kembali status quo 1967. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, pemimpin Israel Benjamin Netanyahu menegaskan kembali komitmen negaranya terhadap status quo.

Hingga hari ini, versi 1967 dari status quo masih merupakan bentuk basa-basi. Zabarqa mengatakan ini adalah upaya untuk menyesatkan opini publik internasional. Menurut Eran Zedekiah, dari Hebrew University of Jerusalem dan Regional Thinking Forum, sejak 2017 orang Yahudi diam-diam diizinkan untuk berdoa di kompleks tersebut.

Tidak semua orang Yahudi bersalah atas pelanggaran ini. Bahkan, sebelum memasuki kompleks Al-Aqsa, pengunjung melewati tanda yang memperingatkan orang-orang Yahudi bahwa Kepala Rabi melarang mereka masuk karena kesucian situs tersebut.

Hasson menyebut hal ini dilakukan terutama oleh Zionis religius, yang saat ini diwakili dalam pemerintahan Israel garis keras seperti Menteri Keamanan sayap kanan Itamar Ben-Gvir. Mereka berdoa di situs tersebut dan memberikan tekanan untuk mengubah status quo.

Bagi mereka, tekanan ini pun terbayar. Hasson mengatakan polisi telah memberikan lebih banyak kebebasan kepada orang-orang Yahudi yang berdoa di kompleks Al-Aqsa sejak 2017.

Zabarqa pun menyesalkan kepolisian Israel yang telah mengubah dirinya dari badan profesional yang menjaga aturan hukum. menjadi badan yang memberikan perlindungan bagi orang-orang yang melanggar hukum.

Di sisi lain, Palestina melihat perubahan ini sebagai upaya untuk menjadikan kompleks A; Aqsa sebagai kompleks Yahudi dan menyingkirkan Muslim dan Islam dari Al-Aqsa. Bagi mereka, Al-Aqsa adalah sudut kecil terakhir Palestina yang tidak berada di bawah pendudukan penuh Israel.

Hasson mengatakan orang-orang Palestina dengan bangga menentang pendudukan Israel atas situs tersebut. Namun, jika orang-orang Palestina kehilangan Al-Aqsa maka hal itu akan membuat mereka kehilangan segalanya tanpa ada yang tersisa.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Advertisement

Bagikan Artikel: