Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Anies Baswedan Tak Bisa Dilarang Soal Adanya Masyarakat yang Berkumpul saat Kedatangannya: 'Kecuali Ada yang Pukul-pukul saat Ngumpul'

Anies Baswedan Tak Bisa Dilarang Soal Adanya Masyarakat yang Berkumpul saat Kedatangannya: 'Kecuali Ada yang Pukul-pukul saat Ngumpul' Ilustrasi Anies Baswedan. | Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar Hukum Tata Negara dan Pengamat Politik Refly Harun menegaskan Anies Baswedan tak bisa dilarang terkait aktivitasnya mengunjungi sejumlah daerah di mana tercipta kerumunan warga yang dikhawatirkan sejumlah pihak mengandung unsur kampanye.

Menurut Refly, selama itu tak ada yang mengandung unsur pidana seperti kekerasan, maka kunjungan Anies tak bisa dihalang-halangi.

“Kalau dia ngumpul setelah ngumpul orang berkelahi pukul-pukul nah itu yang tidak boleh,” ungkap Refly melalui kanal Youtube miliknya, dikutip Kamis (13/4/23).

Baca Juga: Pengamat Sebut Ade Armando Jadi Amunisi Baru PSI Nyinyirin Anies Baswedan: 11-12 dengan Giring Ganesha, Sibuk Komentar Tanpa Ide yang Jelas!

Refly pun menyinggung soal sikap Bawaslu terhadap kunjungan Anies Baswedan ke sejumlah daerah selama ini.

Refly menegaskan, Anies dan kandidat lain sampai saat ini tak bisa dijatuhi hukuman atau sangsi oleh Bawaslu karena mereka pada dasarnya belum resmi terdaftar jadi Capres.

“Ini memprihatinkan, kok bisa Bawaslu berpikir seperti itu,” ungkap Refly.

Baca Juga: Ade Armando Anggap Wajar Petugas Avsec Dipecat Usai Heboh Cium Tangan Habib Bahar, Eggi Sudjana Nggak Main-main: Anda Tidak Pakai Pancasila!

“Untuk Bawaslu, kalian Bawaslu tidak bisa melarang Anies, Ganjar, Prabowo, Erick Thohir atau siapa pun dengan alasan melanggar UU atau peraturan pemilu, itu jelas,” tambahnya.

Hanya saja, Refly menekankan para pejabat publik punya batasan terkait masalah ini yakni mengenai etika dan kaitan kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi.

“Khusus pejabat publik ada batasannya, tadi saya katakan misal bagi-bagi sembako. Itu kita lihat, uang sendiri, uang jabatan, atau pihak ketiga. Kalau pihak ketiga bisa dianggap sebagai gratifikasi. Kita harus paham logika bernegara yang benar,” jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: