Indonesia menjadi episentrum negara produsen dan konsumen minyak sawit dunia sekaligus menjadi tumpuan dalam dinamika pembentukan harga CPO dunia. Hal tersebut menurut, Analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), Khadikin menjadi kekuatan besar untuk bisa mengatur industri kelapa sawit global.
“Pemerintah sedang mendorong supaya Indonesia menjadi penentu harga CPO di dunia. Terlebih Indonesia telah menjadi produsen utama minyak sawit global, dengan membentuk bursa komoditas,”Kata Khadikin dalam sebuah diskusi di Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut dikatakan Khadikin bahwa kondisi aktual pasar minyak nabati dunia menunjukkan kerawanan tinggi dan sensitif terhadap perubahan lingkungan strategis.
Ia mencontohkan, pada saat mulai invasi Rusia ke Ukraina, pada April 2022 lalu harga CPO internasional meningkat RM 1.000/MT dalam kurun waktu tiga hari.“Hal ini disebabkan negara Ukraina merupakan produsen utama minyak biji bunga matahari (sunflower oil), yang menjadi barang kompetitor CPO asal negara tropis, utamanya Indonesia dan Malaysia,” tambahnya.
Demikian juga pada periode awal tahun 2023, dimana pasokan minyak nabati kompetitor CPO dunia, sudah mulai membaik, maka harga CPO global yang diharapkan terdongkrak pada awal tahun, lantaran masuk musim dingin di negara sub tropis, serta adanya Hari besar keagamaan, ternyata tidak menunjukan kenaikan signifikan.
“Hal ini perlu disikapi dengan memperkuat kebijakan sisi supply dan sisi demand pada level nasional, supaya dinamika harga tidak berpengaruh terhadap penerimaan penjualan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Petani (Smallholder),” tutur Khadikin.
Sementara itu Kepala Divisi Pengembangan Biodiesel Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Nugroho Adi Wibowo menambahkan BPDPKS merupakan Badan Layanan Umum yang diberi tugas mengelola dan menyalurkan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Penyaluran Dana yang dilaksanakan BPDPKS berdasarkan kebijakan dan kewenangan yang ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga. Keberhasilan penyaluran termasuk dampaknya, sangat tergantung dari desain dan implementasi program tersebut.
“Untuk insentif biodiesel / B30 merupakan kebijakan dan kewenangan Kementerian ESDM. Desain pelaksanaan serta panduan pelaksanaan program ditetapkan oleh Kementerian ESDM sesuai Permen ESDM Nomor No.24 Tahun 2021,” katanya.
Lebih lanjut tutur Nugroho pemberian insentif biodiesel semenjak 2015 hingga Maret 2023 telah mencapai Rp 144,7 triliun. Dimana pemberian insentif tertinggi terjadi pada 2021 yang mencapai Rp 51 triliun, dan di 2022 turun menjadi Rp 34,5 triliun.
“Namun yang perlu diketahui kontribusi pajak dari biodiesel yang dibayarkan melalui Ppn yang dibayarkan mencapai Rp 13,15 triliun,” katanya. Tak hanya biodiesel, dukungan pendanaan insentif juga diberikan kepada industri minyak goreng sawit, yang mana telah sesuai Perpres No. 61 Tahun 2015 jo. Perpres No. 24 Tahun 2016 jo.Perpres No. 66 Tahun 2018 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, lantas Permendag No 03 Tahun 2022 tentang Migor Kemasan (Kemasan Sederhana dan Kemasan), dan Permenperin no. 8 Tahun 2022 tentang Migor Curah.
Kata Nugroho terkait pembayaran insentif tersebut untuk minyak goreng curah, hingga Oktober 2022 telah dilaksanakan pembayaran percepatan migor curah sebesar 80% dengan jumlah pembayaran Rp 62 miliar untuk 12.479.534 kilogram kepada 10 pelaku usaha, proses dilakukan tender Surveyor.
Sementera untuk minyak goreng kemasan, masih dalam proses penerbitan hasil verifikasi oleh Kementerian Perdagangan yang akan digunakan BPDPKS sebagai dasar dalam proses pembayaran dana pembiayaan Minyak Goreng Kemasan dan kemasan sederhana.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait:
Advertisement