Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Meningkat Tiap Tahun, Utang Bebani Akselerasi Fiskal Indonesia

Meningkat Tiap Tahun, Utang Bebani Akselerasi Fiskal Indonesia Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economic and Finance (Indef) M Rizal Taufikurrahman menilai, beban utang yang terus meningkat setiap tahunnya akan semakin membebani akselerasi fiskal Indonesia.

Rizal mengatakan, rasio utang Indonesia semakin meningkat hingga hampir menyentuh 40 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.

"Rasio utang kita terhadap PDB semakin meningkat hampir 40 persen. Artinya memang fiskal kita sangat berat dengan utang ini, yang tentu sangat taat juga terhadap alokasi atau belanja fiskal, dan betul-betul utang ini membebani APBN, sehingga keleluasaan mengalokasikan anggaran untuk menstimulus ekonomi juga semakin berat," ujar Rizal dikutip dari YouTube CNN Indonesia, Minggu (28/5/2023).

Baca Juga: AS Terancam Bangkrut karena Utang, Connie Bakrie: Trump Harus Jadi Presiden Lagi

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah terkini sebesar Rp7.849,89 triliun. Sehingga sampai akhir April 2023, rasio utang terhadap PDB sebesar 38,15 persen.

Rizal mengatakan, angka utang tersebut harus diselesaikan secara perlahan. Menurutnya, Indonesia menghabiskan dana untuk membayar cicilan setiap tahunnya hampir mencapai Rp500 triliun, sedangkan bunga utang tersebut berada di angka hampir Rp400 triliun.

"Angkanya sekitar Rp800-900 T, bahkan di APBN 2023 untuk pembiayaan utang saja tahun ini hampir Rp700 T. Kemudian di APBN 2022 Rp760 T dan di 2021 (sebesar) Rp870 T, bahkan yang paling besar luar biasa saat Covid-19 2020 Rp1.200 triliun," ujarnya.

Lanjutnya, utang yang terus meningkat tersebut menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi fiskal Indonesia, meskipun menurut Undang-Undang, rasio utang Indonesia masih aman karena berada di bawah 60 persen jika dibandingkan dengan PDB.

Namun, lebih bagus, utang luar negeri dan utang pemerintah yang sudah di atas Rp7.000 triliun, harus dibayar meskipun pemerintah sudah mengklaim akan membayarkan utang tersebut sesuai dengan jadwalnya.

"Tetapi tentu yang menjadi catatan bahwa utang ini alokasinya atau belanjanya meski dialokasikan atau belanjanya ke yang produktif, sehingga bisa menghasilkan uang lagi, utang ini dibayar dari hasil mengelola utang secara produktif," ungkapnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: