Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Approval Rating Presiden Jokowi Tinggi, Didik Rachbini: Karena Kebijakan Populisme!

Approval Rating Presiden Jokowi Tinggi, Didik Rachbini: Karena Kebijakan Populisme! Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Depok -

Hasil survei Y-Publica menunjukkan bahwa tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sangat tinggi, yakni menembus 80,3 persen. Bahkan, approval rating untuk presiden ini termasuk salah satu yang tertinggi di dunia.

Menanggapi hal tersebut, profesor ekonomi dan politik Didik Rachbini mengatakan bahwa tidak ada yang spesial dari hasil tersebut. Pasalnya, ia menyebut bahwa seorang bigot pun juga mampu mendapatkan approval rating yang sangat tinggi.

“Banyak bigot yang approval (penerimaan) yang sampai 100 persen. Bigot ada di dalam agama, ada di dalam sosial, ada di dalam adat. Sifatnya layaknya pengabdi padahal jelek, itu juga dapat approval yang tinggi,” kata Didik, dikutip dari kanal Youtube METRO TV pada Selasa (6/6/2023).

Baca Juga: Ray Rangkuti: Presiden Jokowi Boleh Cawe-cawe, Tapi dengan Tiga Syarat Ini

Ia menyebut bahwa tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi tersebut bisa sangat tinggi karena check and balance atau kontrol kinerja pemerintahan dapat dengan mudah direkayasa oleh partai penguasa.

“Saya kira sebab-sebab itu ada dua. Pertama, tidak adanya check and balance dan kontrol enggak ada karena (approval) 82% dikuasai oleh partai penguasa. Kemudian APBN 3.000 triliun, zaman Soeharto itu cuman 56 triliun, zaman SBY cuma 500, itu 600% lebih besar. Bisa untuk apa saja ngasih makan orang dan karena itu kita negara sosialis paling besar di dunia karena ada puluhan belasan atau puluhan program bantuan sosial,” jelasnya.

Ia menyebut bahwa Jokowi bisa mempunyai approval rating yang sangat tinggi karena sering mengadakan kebijakan bantuan sosial. Hal ini dianggap Didik sebagai kebijakan populisme yang konsekuensinya sangat berat bagi anggaran negara.

“Populisme itu konsekuensinya berat untuk anggaran, kepada ekonomi, dan nanti akan hancur, bisa membuat masalah-masalah besar. Dan itu tidak ada teknokrat yang mengoreksi. Misalnya tahun 2020, utangnya dinaikkan 100% dengan alasan Covid. Utang 2019 ke 2020 itu 640 triliun lalu dinaikkan dua kali lipat menjadi 1200 triliun, tapi realisasinya sampai 1500 triliun. Jadi utang satu tahun pada masa Presiden Jokowi itu sama dengan 300 anggaran SBY secara keseluruhan,” tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: