Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ray Rangkuti: Presiden Jokowi Percaya Diri Cawe-cawe karena Approval Rating yang Tinggi

Ray Rangkuti: Presiden Jokowi Percaya Diri Cawe-cawe karena Approval Rating yang Tinggi Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Depok -

Hasil survei Y-Publica menunjukkan bahwa tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sangat tinggi, yakni menembus 80,3 persen. Bahkan, approval rating untuk presiden ini termasuk salah satu yang tertinggi di dunia.

Menyikapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan bahwa tingkat approval rating tinggi tersebut yang membuat Jokowi percaya diri dalam melakukan cawe-cawe secara terang-terangan ke calon presiden (Capres). Ia menyebut bahwa apabila tingkat approval rating tersebut justru rendah, maka cawe-cawe yang dilakukan Jokowi cenderung secara diam-diam.

“Kalau approval rating yang tinggi itu bukan sebagai motif. Menurut saya itu lebih karena sebagai faktor pendukung bagi keterlibatan Pak Jokowi terhadap urusan cawe-cawe ini. Artinya ketika Pak Jokowi melihat approval rating-nya tinggi sekali, beliau terbuka untuk cawe-cawe. Tapi kalau sebetulnya rendah, maka beliau akan tetap ikut cawe-cawe cuma enggak akan melakukannya secara terbuka, dilakukan diam-diam. Jadi, itu lebih pada faktor pendukung, bukan faktor utamanya,” kata Ray, dikutip dari kanal Youtube METRO TV pada Selasa (06/06/23).

Baca Juga: Approval Rating Presiden Jokowi Tinggi, Didik Rachbini: Karena Kebijakan Populisme!

Ia menjelaskan bahwa larangan cawe-cawe secara terang-terangan memang tidak diatur dalam hukum. Namun, ia menegaskan bahwa tersebut salah secara etik.

“Sekarang misalnya kalau kita pertanyakan secara etik apakah lebih baik bagi Indonesia apabila presiden tidak terlibat secara langsung atau terlibat secara langsung, jelas jawabannya tidak terlibat secara langsung. Yang lebih baik bagi demokrasi kita itulah etik, dan itu enggak perlu diatur, itu soal kesadaran kita sebagai bangsa untuk mengutamakan kepentingan publik dibandingkan dengan kepentingan diri sendiri,” jelasnya.

Ia kemudian menyebut bahwa saat ini politisi Indonesia banyak yang tidak mengerti etik demokrasi. 

“Undang-undang pemilu kita itu menurut saya salah satu undang-undang yang paling tebal di dunia, ada 900 lebih pasal di dalamnya. Apa sih yang ditulis oleh orang Indonesia itu untuk Pemilu hampir membutuhkan 900 pasal? Itu karena kita enggak ngerti etik demokrasi, sehingga kita membayangkan semua demokrasi itu harus berhubungan dengan aturan yang tertulis, bukan etik,” ujar Ray.

Dengan demikian, ia mengatakan bahwa presiden boleh aktif dalam melakukan cawe-cawe, tetapi harus memperhatikan tiga syarat ini.

“Ada waktunya presiden itu bahkan terlibat ya aktif untuk melakukan kampanye tapi dengan tiga syarat syarat. Pertama adalah memperhatikan keberlanjutan penyelenggaraan negara syarat. Kedua, enggak boleh tempatnya presiden dan wakil bersama dilakukan secara bersamaan. Yang ketiga adalah tetap tidak boleh mempergunakan fasilitas negara,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: