Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Ada Kaitannya dengan Masuknya Investor Singapura pada Proyek IKN?

Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Ada Kaitannya dengan Masuknya Investor Singapura pada Proyek IKN? Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Yogyakarta -

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut ditandatangani Presiden Jokowi pada 15 Mei lalu. Aturan ini menuai berbagai tanggapan, terutama dari kalangan akademisi.

Associate Professor Nanyang Technology University, Sulfikar Amir mempertanyakan apakah kebijakan ini ada kaitannya dengan masuknya investor Singapura pada proyek IKN. Hal ini disampaikan dalam acara Quo Vadis Keberlanjutan Tata Kelola Pasir Laut dan BUMN Karya yang diadakan Narasi Institute, Jumat (9/6/2023). 

“Banyak pihak yang tidak tertarik dengan proyek IKN ini karena Pemerintah Indonesia hanya investasi sebesar 20% saja, sementara 80%-nya ditawarkan kepada investor, ini tentu saja membuat investor ragu untuk masuk ke dalam proyek IKN ini. Sementara dibukanya keran ekspor pasir laut tentu sangat disambut dengan tangan terbuka oleh Singapura yang memang membutuhkan pasir dalam jumlah yang besar,” kata Sulfikar.

Baca Juga: Tangis Sedih Bu Susi Liat Pasir Laut Dikeruk Buat Diekspor, Nagih Ucapan Jokowi Dulu

Dalam acara yang sama, Guru Besar Ekonomi IPB dan Universitas Paramadina, Didin S Damanhuri menyoroti adanya obral pajak dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang masanya sampai 170 tahun di Singapura.

Menurutnya, ekspor pasir laut itu sangat menguntungkan Singapura yang memerlukan pasir 4 miliar kubik sampai 2030 dan ‘pemburu rente’ atau pengusaha berkolaborasi dengan penguasa yang punya kepentingan.

“Budaya politik di Indonesia yang sangat mahal ini mengorbankan alam, mengorbankan good governance, menenggelamkan banyak pulau. Harusnya Presiden Jokowi meninggalkan legacy yang baik dan mencabut kembali kebijakan ekspor pasir laut,” kata Didin.

Didin mengambil BUMN Karya sebagai contoh perencanaan proyek yang tidak matang, sehingga memiliki utang. Menurutnya, utang dan bunga BUMN Karya semakin tinggi, sehingga membebani APBN.

Menanggapi hal ini, mantan sekretaris BUMN Said Didu menjelaskan bahwa ada empat hal membuat BUMN Karya rugi.

Pertama, penugasan legacy presiden proyek-proyek yang tidak layak. Kedua, perubahan BUMN jasa konstruksi menjadi perusahaan investasi. Yang ketiga, adanya intervensi oleh BUMN konstruksi terhadap sub-sub kontraktor swasta sehingga mematikan swasta. Keempat, sumber-sumber pembiayaan yang tidak sesuai dengan karakter proyek konstruksi,” kata Said.

Dalam catatan penutup diskusi, pendiri INDEF Fadhil Hasan mengatakan bahwa diperlukan suatu perubahan fundamental ekonomi ke depan. "Diperlukan satu arah baru ekonomi Indonesia ke depan." tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tara Reysa Ayu Pasya
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: