Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indrawan Nugroho soal Toko Buku: Gunung Agung ‘Tidak Jor-Joran' Berinovasi

Indrawan Nugroho soal Toko Buku: Gunung Agung ‘Tidak Jor-Joran' Berinovasi Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masalah soal ekosistem toko buku di Indonesia seolah tidak ada habisnya, selain masalah pembajakan, rendahnya royalti penulis, hingga kecilnya margin profitabilitas penerbit masih menjadi isu utama. 

Hal ini juga berlaku pada tutupnya toko buku legendaris Gunung Agung yang belakangan ini ramai dibicarakan di media sosial. 

Baca Juga: Toko Buku Gunung Agung Tutup, Bukti Toko Buku Sekarang Tak Punya Inovasi?

Hasil survei dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menunjukkan mayoritas penerbit mengalami omset menurun hingga 58,2%. Di saat yang sama, produktivitas penerbit juga turun dari 13.757 judul buku pada tahun 2019 menjadi 7.382 judul pada tahun berikutnya. 

Didukung dari data Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) tahun 2017 menyatakan, “Orang Indonesia hanya membaca 3-4 kali per minggu. Itu pun dengan durasi tidak lebih dari satu jam per hari, sehingga wajar kalau jumlah buku yang tuntas dibaca dalam setahun hanya sekitar 5 sampai 9 buku saja.” 

CEO dan Co-founder Corporate Innovation Asia (CIAS), Dr. Indrawan Nugroho dalam kanal YouTube bertajuk “Gunung Agung Gulung Tikar. Gramedia Bagaimana?” yang diakses pada Sabtu (10/6/2023), menyatakan dalam pemaparannya sebagai berikut. 

“Gunung Agung “tidak jor-joran” berinovasi supaya pelanggannya tetap datang ke toko buku dan juga tidak melakukan transformasi digital ketika penikmat buku sudah bergantung pada toko online.” 

Ditambah lagi tren toko buku saat ini yang membuka ruang bagi komunitas, bahkan bekerja sama dengan gerai kafe dan restoran untuk menciptakan suasana menyenangkan toko buku, sekaligus menjadi tempat berkumpulnya penulis, seniman, pekerja seni, atau komunitas. 

CEO Indonesia Writers Inc., Wien Muldian dalam video tersebut menyatakan, tutupnya sejumlah toko buku di Indonesia lebih disebabkan oleh tata kelola yang tidak tepat dan bukan akibat minat baca yang rendah. 

“Toko buku bisa bertahan kalau dia juga menyediakan kafe atau aktivitas seperti membaca bersama-sama. Kalau hanya menjual buku dan tidak ada aktivitas yang mengikat pembeli, dia nggak bisa hidup,” ujar Wien dalam video tersebut secara tertulis. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Fajria Anindya Utami

Advertisement

Bagikan Artikel: