Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Energi Fosil Tetap Dibutuhkan Hingga 50 Tahun ke Depan

Energi Fosil Tetap Dibutuhkan Hingga 50 Tahun ke Depan Kredit Foto: Unsplash/Engin Akyurt
Warta Ekonomi, Jakarta -

Energi minyak bumi dan gas (Migas) yang bersumber dari fosil diperkirakan masih dibutuhkan hingga 30-50 tahun ke depan. Dengan demikian, peran energi baru terbarukan (EBT) dalam menjaga ketahanan energi adalah sebagai complimentary, bukan substitute.

Seperti disampaikan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, masih tingginya terhadap kebutuhan energi fosil tersebut, juga tercermin dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Dalam hal ini, bahwa energi fosil masih diperlukan hingga 2045 lantaran kebutuhannya terus meningkat dari tahun ke tahun. 

‘’Dalam 50 tahun ke depan, energi fosil masih sangat diperlukan. Lifting minyak dan gas akan terus berlanjut dan tak akan berhenti. Meskipun sudah ada EBT (energi baru terbarukan) energi fosil masih dibutuhkan khususnya untuk industri petrochemical,’’ kata Komaidi di Jakarta, Senin (12/6/2023).

Baca Juga: Kementerian ESDM: Suplai Energi Indonesia 2022 Naik 19%

Menyikapi hal tersebut, Komaidi berharap industri migas nasional terus mempersiapkan diri. Tidak hanya terkait perubahan atau transisi energi yang menuntut Pertamina harus bisa beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain itu, juga harus memperhatikan pemenuhan energi fosil yang akan terus berjalan sekitar 50 tahun mendatang. Dalam hal ini, energi fosil dan transisi energi harus dilakukan berimbang, untuk menjaga ketahanan energi nasional. 

‘’Saya rasa kegiatan eksplorasi atau lifting migas akan terus berlangsung. Karena kebutuhan energi akan terus berlangsung terus menerus. Namun, kondisi itu memang harus diimbangi dengan energi terbarukan,’’ kata Komaidi. 

Mengenai masih pentingnya peran energi fosil, dalam hal ini minyak dan gas dalam ketahanan energi, sebelumnya juga disampaikan mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Melalui akun Instagramnya @arcandra.tahar, Arcandra mengatakan, banyak negara maju mengubah strategi mereka untuk memenuhi kebutuhan energi pasca konflik Rusia-Ukraina yang mulai terjadi pada akhir tahun 2021. Uni Eropa mulai menyadari bahwa masa transisi energi menuju net zero emission memerlukan waktu dan energi fosil belum bisa tergantikan paling tidak untuk 30 tahun ke depan.

‘’Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sudah dipensiunkan, kembali dioperasikan akibat energi yang berasal dari angin dan matahari belum mampu memenuhi kebutuhan setelah pandemi. Tahun 2022 Jerman menghidupkan kembali PLTU sekitar 9 GW,’’ kata Arcandra dalam akun Instagramnya @arcandra.tahar. 
Baca Juga: Maju Mundur Pensiun Dini PLTU Batubara 

Dia menambahkan, krisis energi yang terjadi di Eropa berdampak pada mahalnya harga batu bara dan gas yang sangat dibutuhkan pada saat musim dingin. Naiknya harga energi lantas mendorong inflasi tinggi dan menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok meroket. Subsidi yang selama ini digunakan untuk membantu renewable energy bisa berkembang dengan baik dialihkan ke subsidi energi fosil. Inilah realita yang harus diterima oleh Uni Eropa.

Begitu juga dengan Amerika Serikat (AS). Arcandra mengatakan, sampai hari ini AS mampu mencukupi kebutuhan energi mereka terutama untuk gas. Untuk minyak mentah sebagian masih impor. Perlahan tapi pasti, inovasi dalam pengelolaan shale oil dan shale gas, telah mampu menjadikan AS sebagai negara produser minyak dunia mengalahkan Arab Saudi.

Sewaktu Presiden Biden dilantik menjadi presiden, produksi minyak AS sekitar 11 juta barrel per day (BOPD). Tahun 2022 meningkat menjadi 12 juta BOPD dan tahun 2023 akan naik lagi menjadi 13 juta BOPD.

‘’Angka tersebut merupakan rekor terbaru dalam sejarah perminyakan AS dan merupakan salah satu langkah strategis yang dijalankan AS untuk mencapai ketahanan energi mereka. Belum ada tanda-tanda AS akan mengurangi kegiatan eksplorasi dan produksi migas paling tidak untuk 10 tahun kedepan,’’ kata Arcandra.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: