Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biaya Transisi Energi Hijau Mahal, Pengamat Pesimis Indonesia Bisa Bebas Karbon pada 2060

Biaya Transisi Energi Hijau Mahal, Pengamat Pesimis Indonesia Bisa Bebas Karbon pada 2060 Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warta Ekonomi, Depok -

Target bebas emisi karbon tengah menjadi acuan di seluruh belahan dunia dalam menanggulangi dampak perubahan iklim.

Saat ini, seluruh negara termasuk Indonesia sedang memikirkan langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan capaian tersebut. Untuk itu, pemerintah berkomitmen agar Indonesia bisa bebas emisi karbon (karbon netral) pada tahun 2060.

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menjelaskan, target karbon netral di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia merupakan komitmen Perjanjian Paris pada tahun 2015 untuk menggalakkan transisi energi fosil menjadi energi terbarukan.

Baca Juga: Kembangkan Teknologi Energi Hijau, Kementerian ESDM Gandeng Hitachi Energy

“Jadi dalam pertemuan COP (Conference of the Parties) di Paris tahun 2015, ada Paris Agreement, waktu itu Jokowi datang dan salah satu yang meratifikasi perjanjian itu. Salah satu keputusan dari Paris Agreement itu adalah membuat transisi dari energi fosil ke energi terbarukan. Karena sudah terbukti penyumbang karbon dioksida itu menyebabkan iklim yang ekstrem. Banyak dampak negatif dalam perubahan rumah kaca dan sebagainya, sehingga di Paris sepakat untuk bersama-sama mengurangi karbon dioksida sampai ke zero carbon,” kata Fahmy, dikutip dari kanal Youtube PSLH UGM Official pada Selasa (20/6/2023).

Di dalam perjanjian tersebut, negara-negara maju berkomitmen membantu negara berkembang untuk memulai transisi energi. Namun, ia mengatakan sampai saat ini belum ada satu pun negara maju yang menepati komitmen tersebut.

“Di negara-negara maju, ada suatu komitmen untuk menyediakan bantuan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk melakukan program transisi energi. Negara-negara maju punya komitmen membantu, pertama membantu pendanaan, kemudian yang kedua membantu teknologi, dan yang ketiga adalah membantu kapasitas building. Cuma setelah itu tidak pernah direalisasikan, negara maju cuma omong doang, dia nyuruh Indonesia dan negara lain untuk melakukan, jadi dia diam saja,” jelasnya.

Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah berupaya menagih janji tersebut pada pertemuan G20 tahun lalu. Namun, sampai saat ini komitmen tersebut belum terwujud. Hal ini mengindikasikan bahwa negara maju enggan membantu transisi energi karena biayanya yang sangat mahal.

“Kemudian pada pertemuan G20, itu momentum yang bagus karena Indonesia jadi tuan rumah dan menyusun agenda, Jokowi sebagai pimpinan dia membawa transisi energi tadi dan menagih komitmen negara-negara maju. Setelah hampir setahun lebih itu juga enggak turun-turun. Artinya itu susah sekali untuk diharapkan untuk transisi energi, balik lagi karena cost dari rumah kaca dan iklim yang ekstrem, itu sangat mahal,” bebernya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: