Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kejar Target Stunting 14 % 2024, Efektifitas Anggaran Jadi Kunci Utama

Kejar Target Stunting 14 % 2024, Efektifitas Anggaran Jadi Kunci Utama Kredit Foto: WE
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menyambut Hari Keluarga Nasional ke-30, Indonesia menargetkan penurunan angka stunting di angka 14 %  pada 2024. Untuk itu diperlukan efektifitas anggaran sesuai target. 

Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante S. Harbuwono, mengungkapkan fakta bahwa memberikan makanan tambahan dalam bentuk biskuit atau susu kotak tidak memberikan efek yang signifikan dalam menangani stunting.

“Karena itu, anggaran untuk pembelian susu dan biskuit sekarang sudah tidak ada lagi. Jadi semua posyandu, anggarannya adalah untuk membeli produk makanan protein hewani di seluruh Indonesia. Itu semua sama di seluruh posyandu,” ujarnya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘Langkah Penting Turunkan Stunting’, Senin (26/6).

Dia menekankan bahwa masalah stunting bukanlah masalah sederhana yang dapat diselesaikan dengan pendekatan tunggal. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kemenkes menerapkan dua pendekatan utama.

Pertama adalah pendekatan spesifik yang meliputi pemberian makanan tambahan. Sedangkan pendekatan kedua melalui pencegahan yang sensitif terhadap faktor-faktor keadaan setempat, seperti kemiskinan, hingga budaya masyarakat setempat.

Di sisi lain, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyebutkan bahwa saat ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya 50,3 % dialokasikan untuk kepentingan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak. Termasuk di dalamnya adalah anggaran untuk program penanggulangan stunting.

“Jadi kalau anggaran kita waktu itu (2022) sekitar Rp10 triliun, berarti Rp5 triliun untuk anak,” ucapnya.

Pentingnya penggunaan anggaran yang terarah dan terukur juga tercermin dalam kebijakan Kota Surabaya. Dana yang dialokasikan untuk penanggulangan stunting telah tercantum dalam rekening yang tidak dapat diubah atau digunakan untuk kegiatan lainnya. 

“Jadi contohnya jika di sub-anggarannya kegiatan untuk stunting, tidak bisa digunakan untuk kegiatan lainnya,” tegas Eri.

Hal ini menjamin bahwa setiap dana yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk upaya pencegahan dan penanggulangan stunting, tanpa ada penyalahgunaan atau pengalihan kegiatan yang tidak relevan.

Gotong Royong Tekan Stunting

Dalam forum yang sama, Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), Sukaryo Tegus Santoso, menyampaikan bahwa upaya menekan angka stunting hingga mencapai target 14 % pada 2024 bukanlah tugas yang mudah. Terlebih, masih ada berbagai tantangan yang perlu diatasi secara bersama-sama.

“Penanganan stunting bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat dan semua pihak terkait. BKKBN sebagai salah satu lembaga yang terlibat dalam penanganan stunting diberikan mandat khusus untuk bekerja sama dengan lembaga lainnya dalam mengatasi masalah ini,” katanya.

Dalam upaya penanganan stunting, BKKBN pun telah merumuskan strategi dalam lima pilar. Pertama adalah komitmen berkelanjutan dari para pemimpin. Pilar kedua yakni peningkatan literasi masyarakat. Pilar ketiga berupa konvergensi dan keterpaduan lintas sektor. Pilar keempat yaitu pemenuhan gizi yang tepat. Dan terakhir, penguatan sistem pemantauan dan evaluasi sebagai pilar kelima.

“Penguatan lima pilar ini menjadi langkah penting dalam upaya menekan angka stunting di Indonesia. Dengan adanya komitmen bersama dari berbagai pihak, diharapkan bahwa target penurunan angka stunting menjadi 14 %  pada tahun 2024 dapat tercapai,” harap Sukaryo.

Senada, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menekankan pentingnya gotong royong atau kerja sama antar seluruh pihak untuk menekan angka stunting. Terdapat program penanggulangan stunting di Surabaya juga melibatkan peran aktif dari masyarakat. Melalui program ‘Surabaya Hebat’, para relawan mendatangi rumah-rumah keluarga mampu yang awalnya enggan datang ke posyandu. Dengan membangun kekeluargaan dan mengubah mindset, masyarakat tidak segan untuk mengikuti program-posyandu dan menerima layanan kesehatan yang disediakan.

“Tidak hanya itu, program penanggulangan stunting di Surabaya juga melibatkan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi dan institusi lainnya. Para mahasiswa dan dosen turun ke kampung-kampung untuk memberikan pendampingan dan edukasi kepada masyarakat seputar gizi dan penanggulangan stunting,” jelas Eri.

Hal ini ia terapkan sehingga wilayahnya mampu mencapai kemajuan yang signifikan dalam menurunkan angka stunting di kota tersebut selama tiga tahun terakhir.

“Dalam tahun 2020, tercatat 12.788 kasus stunting, namun angka tersebut berhasil turun drastis menjadi 6.722 kasus pada tahun 2021, 923 kasus pada tahun 2022, dan hanya 889 kasus pada bulan Januari 2023,” sebutnya.

Pada data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia pada 2022 sebesar 21,6 %. Melalui upaya pemerintah dalam menekan angka stunting tersebut, dan pada 2023, prevalensi stunting berhasil menurun menjadi 17,8 %.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi

Advertisement

Bagikan Artikel: