Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengulik Program Dekarbonisasi Nasional: BUMN Jadi Eksekutor Awal Perdagangan Karbon di Indonesia

Mengulik Program Dekarbonisasi Nasional: BUMN Jadi Eksekutor Awal Perdagangan Karbon di Indonesia Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dekarbonisasi menjadi isu strategis masyarakat dunia dalam menghadapi perubahan iklim akibat emisi karbon. Istilah dekarbonisasi dipopulerkan pada Perjanjian Paris Tahun 2015, yakni proses menghilangkan atau mengurangi emisi karbon untuk mencapai net zero emission (emisi nol bersih). 

Melalui Perjanjian Paris, negara-negara di dunia sepakat untuk membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat celcius atau maksimal 1,5 derajat celcius. Dengan begitu, ditargetkan netralitas karbon dapat tercapai pada tahun 2023 dan emisi bersih total pada tahun 2050. Setiap negara, termasuk Indonesia, menyatakan komitmen tersebut melalui Nationally Determined Contribution (NDC).

Komitmen Indonesia Tekan Emisi Karbon

Indonesia secara aktif juga berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim dunia melalui pengurangan emisi karbon. Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon dengan menaikkan target Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC).

Dalam E-NDC yang baru, target pengurangan emisi dengan usaha sendiri naik menjadi 32% atau setara dengan 912 juta ton CO2 pada tahun 2030. Angka tersebut naik target sebelumnya yang ditetapkan pada tahun 2016, yakni pengurangan emisi karbon sebesar 29% atau setara dengan 835 juta ton CO2 pada 2030. Sementara itu, target pengurangan emisi dengan dukungan internasional naik dari sebelumnya 41% menjadi 43,20%. Diharapkan, Indonesia dapat mencapai net zero emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Dalam dokumen E-NDC yang baru, setidaknya ada lima sektor utama yang menjadi tulang punggung pengurangan emisi karbon di Indonesia. Kelima sektor tersebut meliputi energi, kehutanan dan penggunaan lahan (forestry and other land uses/FOLU), limbah, pertanian, serta Industri dan penggunaan produk (IPPU).

Target pengurangan emisi karbon Indonesia paling banyak diproyeksikan dari sektor FOLU. Berikut adalah rincian jumlah emisi karbon yang akan direduksi di setiap sektor pada tahun 2030 berdasarkan dokumen E-NDC.

1. Forestry and Other Land Uses (FOLU)

- Reduksi 500 MTon CO2e menjadi 214 MTon CO2e dengan usaha sendiri; atau 

- Reduksi 729 MTon CO2e menjadi -15 MTon CO2e dengan bantuan internasional.

2. Energi

- Reduksi 358 MTon CO2e menjadi 1.311 MTon CO2e dengan usaha sendiri; atau 

- Reduksi 446 MTon CO2e menjadi 1.223 MTon CO2e dengan bantuan internasional.

3. Limbah

- Reduksi 40 MTon CO2e menjadi 256 MTon CO2e dengan usaha sendiri; atau 

- Reduksi 43,5 MTon CO2e menjadi 253 MTon CO2e dengan bantuan internasional.

4. Pertanian

- Reduksi 10 MTon CO2e menjadi 110 MTon CO2e dengan usaha sendiri; atau 

- Reduksi 12 MTon CO2e menjadi 108 MTon CO2e dengan bantuan internasional.

5. Industri dan Penggunaan Produk (IPPU)

- Reduksi 7 MTon CO2e menjadi 63 MTon CO2e dengan usaha sendiri; atau 

- Reduksi 9 MTon CO2e menjadi 61 MTon CO2e dengan bantuan internasional.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa pemutakhiran dokumen E-NDC dilakukan dalam rangka memenuhi Keputusan 1/CMA.3 di Glasgow pada Alinea 29. Keputusan tersebut mengamanatkan bahwa setiap negara diminta untuk meningkatkan target NDC sebagai upaya agar selaras dengan skenario mencegah kenaikan suhu global tidak lebih dari 1,5 derajat celcius.

"Secara bertahap, target penurunan emisi gas rumah kaca oleh Indonesia akan sejalan dengan kebijakan jangka panjang Long-term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR 2050) menuju net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat," ungkap KLHK, dilansir dari laman resmi pada Rabu, 5 Juli 2023.

Perdagangan Karbon (Carbon Trading) di Indonesia

Berbagai upaya dilakukan pemerintah guna mendukung komitmen Indonesia dalam menekan emisi karbon. Salah satu upaya tersebut terimplementasi melalui program perdagangan karbon (carbon trading). 

Melansir Greeneration.org, perdagangan karbon adalah sebuah inovasi mengenai jual beli karbon antarentitas (industri, lembaga, atau negara) sebagai solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Perdagangan karbon dilakukan dengan mekanisme menjual izin untuk melepaskan karbon yang telah ditentukan batasannya (carbon credit).

Dengan mekanisme tersebut, jika suatu entitas ingin melepas karbon lebih besar dari batas yang ditentukan, entitas tersebut harus membeli izin pelepasan karbon entitas lain yang memproduksi karbon lebih sedikit. Selain berkontribusi terhadap pengendalian emisi gas rumah kaca, perdagangan karbon juga dinilai memiliki nilai ekonomi yang potensial bagi suatu negara.

Regulasi mengenai perdagangan karbon di Indonesia termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021. Dalam implementasinya, pemerintah melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan perdagangan karbon secara sukarela (voulentary carbon credit trading).

BUMN Mulai Eksekusi Perdagangan Karbon di Indonesia

Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansury, sebelumnya telah menyampaikan keterlibatan BUMN dalam perdagangan karbon ini pada penghujung tahun 2022. Dalam konferensi pers SOE Confrence Oktober 2022, Pahala mengatakan keterlibatan BUMN akan membantu pemerintah dalam mencapai target penurunan nol emisi karbon.

"Kami akan mulai meng-explore antara BUMN yang satu dengan yang lain, bagaimana carbon credit yang dimiliki satu BUMN bisa dibeli oleh BUMN atau anak usaha BUMN lain untuk mencapai target penurunan nol emisi karbon," pungkas Pahala.

Pada Oktober 2022, sudah ada delapan BUMN yang menandatangani Letter of Intent (LoI) tentang Proyek Pilot Perdagangan Karbon Kementerian BUMN Voluntary Carbon Market (KBUMN VCM). Delapan BUMN yang berpartisipasi dalam pilot project perdagangan karbon meliputi tujuh BUMN sebagai penjual/pembeli, yakni Pupuk Indonesia, Perum Perhutani, PT Inalum, PT PLN, PT Perkebunan Nusantara (PTPN), PT Pertamina, PT Semen Indonesia, dan satu BUMN sebagai fasilitator, yakni PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).

Pahala mengatakan, partisipasi aktif BUMN dalam perdagangan karbon tersebut sesuai dengan arahan dari Menteri BUMN, Erick Thohir. Bagaimanapun, Erick Thohir berharap bahwa perusahaan BUMN dapat menjadi pionir dan role model dalam penerapan dekarbonisasi melalui perdagangan karbon ini.

"Kami melihat kolaborasi antara BUMN sendiri untuk membangun kerja sama dalam menghasilkan energi dan menurunkan emisi bisa dilakukan. Pada intinya, BUMN bisa bersama-sama melakukan transisi energi," tegasnya lagi.

Kabar terbaru, Kementerian BUMN memastikan bahwa salah satu dari delapan BUMN tersebut akan melakukan eksekusi perdagangan karbon pada September 2023 mendatang. Satu BUMN tersebut dimungkinkan antara PLN atau Pertamina.

"Target kami sebelum September 2023 sudah akan ada salah satu BUMN yang melakukan carbon trading yang difasilitasi oleh BEI dengan panduan regulasi dari KLHK dan OJK," kata Pahala kepada media pada Senin, 3 Juli 2023 lalu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Advertisement

Bagikan Artikel: