Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PB PII Sebut Aktivitas Ilegal Mata-mata China di Kuba, juga Dilakukan di Indonesia

PB PII Sebut Aktivitas Ilegal Mata-mata China di Kuba, juga Dilakukan di Indonesia Kredit Foto: Reuters/Tyrone Siu
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perseteruan Amerika Serikat (AS) dengan China kian memanas. Baru-baru ini, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, melontarkan pernyataan sekaligus kritik pedas terhadap China yang diduga tengah mengumpulkan informasi rahasia dari wilayah Kuba.

Antony Blinken menuturkan negaranya telah mengetahui aksi spionase Beijing di Kuba sejak tahun 2019, dan kegiatan memata-matai ini semakin intens dilakukan China. Orang nomor satu di Kementerian Luar Negeri AS ini mengklaim Washington terus memantau perkembangan aksi spionase Beijing dengan seksama, dan sudah mengambil langkah-langkah untuk meredam aksi ilegal tersebut. Pernyataan keras ini disampaikan Antony Blinken menjelang kunjungannya ke Beijing.

Merespons hal ini, Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) meminta negara-negara dunia khususnya Indonesia untuk mewaspadai aksi spionase Ilegal, seperti yang dilakukan China di Kuba. Ketua PB PII bidang komunikasi ummat, Furqan Raka menilai kegiatan atau aktivitas ilegal mata-mata China di Kuba, patut di curigai juga dilkukan Beijing di negara-negara dunia lainnya, termasuk Indonesia.

“Perlu diketahui, jarak Negara China dengan Kuba itu 13.622 KM, wajar jika Amerika Serikat bereaksi keras dengan aktivitas intelejen Beijing di sana,” kata Furqan Raka kepada Wartawan, Sabtu, (8/7/2023).

Jangan-jangan, lanjut Furqan Raka, China memang berkeinginan untuk menjadikan Kuba sebagai markas mata-mata Beijing, seperti pernyataan kolega Antony Blinken, yakni Juru Bicara Gedung Putih, Jhony Kirby.

Seperti dilansir banyak media massa dan media sosial, Jhony Kirby menegaskan Amerika Serikat saat ini sangat khawatir dengan Pemerintah Kuba usai Havana disebut akan menjadi markas spionase Beijing. Kekhawatiran ini muncul setelah dua pejabat Amerika Serikat mengetahui bahwa pemerintah Kuba telah memberi izin China untuk membangun fasilitas mata-mata.

“Meski Wakil Menteri Luar Negeri Kuba, Fernandez de Cossio, telah membantah laporan itu, Amerika Serikat tetap memgkhawatirkan pembangunan fasilitas semacam itu semakin membuat China lebih leluasa untuk memata-matai Negeri Paman Sam,” ujar Furqan Raka.

Fasilitas yang diberikan Kuba kepada China dimulai pada tahun 1999, ketika Kuba mengizinkan Beijing mengakses fasilitas era Soviet di Bejucal, sebuah kota di selatan ibu kota Kuba, yang tujuan diduga untuk mengumpulkan informasi tentang Amerika Serikat.

Laporan The Wall Street Journal terkait langkah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang berinvestasi secara komprehensif di Kuba saat kekurangan uang dengan imbalan akses ke fasilitas pengumpulan intelijen elektronik (ELINT), semakin memperkuat dugaan Amerika Serikat.

Apalagi The Wall Street Journal juga memuat laporan terkait kelihaian Beijing merundingkan kesepakatan untuk melatih tentara Tiongkok di  sisi utara pulau si Kuba.

“Dalam sejarah yang saya ketahui, Kuba memang kerap menjadi incaran negara-negara ‘musuh’ Amerika Serikat sebagai lokasi strategis untuk menempatkan senjata atau markas intelijen,” ungkap Furqan Raka.

Sebagai contoh, terangnya, saat era Perang Dingin, Uni Soviet hampir menempatkan senjata nuklirnya di Kuba.

Sementara dalam laporan New Times, disebut jika pembangunan markas mata-mata ini terkonfirmasi berisi beragam fasilitas yang memperkuat teknologi China untuk memantau seluruh operasi militer yang berlangsung di kawasan tenggara Amerika Serikat.

Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika Serikat memang gencar-gencarnya menuding China terus berupaya melancarkan operasi mata-mata terhadap negaranya.

Insiden paling baru yakni ketika balon asing diduga balon pengintai China sempat terbang menyusuri sejumlah fasilitas militer Amerik Serikat pada Februari lalu.

“Melihat gelagat Beijing, saya kira wajar jika negara-negara dunia khususnya Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya China membentuk negara boneka sebagai markas intelejen Tiongkok,” pungkas Furqan Raka.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: