Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hati-Hati! Lima Mitos Ini Buat Perusahaan Sulit Untuk Berinovasi

Hati-Hati! Lima Mitos Ini Buat Perusahaan Sulit Untuk Berinovasi Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Inovasi adalah sesuatu yang baru dan belum pernah ada sebelumnya. Seringkali kita berpikir bahwa sesuatu yang baru tersebut hanya bisa muncul dari seseorang yang jenius atau kreatif, seseorang  yang bekerja sebagai Research & Development, dan seseorang yang bekerja untuk urusan produk saja.

Jika Anda merupakan salah satu orang yang pernah berpikiran seperti itu, maka artinya Anda telah terjebak dalam mitos inovasi.

Dilansir dari kanal YouTube Indrawan Nugroho yang berjudul Gegara 5 Mitos Ini, Perusahaan Jadi Kering Inovasi pada Minggu (15/7/2023), setidaknya terdapat lima mitos terkait inovasi yang sering dipercaya oleh kebanyakan orang.

Baca Juga: BI: Konsistensi, inovasi, dan sinergi Kunci Jaga Stabilitas Harga

Pertama, mayoritas orang berpikir bahwa sebuah inovasi hanya bisa terlahir dari orang yang jenius atau orang yang memiliki personaliti yang unik saja.

“Kebanyakan orang sering berpikir bahwa yang namanya inovasi itu lahir dari orang-orang jenius, (contohnya seperti) Steve Jobs, atau orang yang punya unique personality, kaya Elon Musk, gitu,” jelas CEO dan Co-founder Corporate Innovation Asia (CIAS), Indrawan Nugroho.

Hal ini mungkin dikarenakan karena setiap ada pembahasan mengenai inovasi, sosok yang kerap kali dijadikan contoh atau model adalah seseorang seperti Steve Jobs ataupun Elon Musk. Untuk diketahui, Steve Jobs merupakan co-Founder & CEO Apple Inc., sedangkan Elon Musk adalah CEO Tesla.

Namun, menurut Indrawan, inovasi adalah hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja karena inovasi itu bukanlah sebuah bakat, melainkan sebuah proses. Inovasi memerlukan proses atau metodologi dan bukan merupakan sesuatu yang muncul secara spontan.

“Ketika kita ikuti proses inovasinya, maka siapapun kita, berapapun IQ kita, mau personality kita tuh kaya gimana, kita ujung-ujungnya akan menghasilkan inovasi. Kalau kita memahami prosesnya, kita menjalani prosesnya kita akan bisa berinovasi. Tidak penting siapa Anda atau Anda punya bakat atau tidak,” ujarnya.

Kedua, seringkali orang berpikir bahwa sebuah inovasi itu harus merupakan terobosan yang besar.

“Kalau kita punya inovasi yang merupakan terobosan besar dan mengubah industri itu bagus, tetapi tidak semua inovasi itu harus begitu,” katanya. Ia melanjutkan, selama memenuhi kaidah inovasi, seberapapun kecilnya terobosan tersebut bukanlah sebuah masalah.

“Inovasi itu ada juga yang kecil, yang inkremental, selama memenuhi kaidah inovasi. Apa itu? Berbeda dari sebelumnya, atau bahkan baru, belum pernah ada sebelumnya. (Jika) perbedaan dan keterbaruan itu beneran menyelesaikan masalah, beneran creating value atau menciptakan nilai yang sebelumnya nggak ada, dan dipakai sama orang, ya berarti Anda sudah berinovasi,” bebernya.

Ketiga, inovasi di dalam sebuah perusahaan hanya dilakukan oleh tim Research & Development (R&D) saja.

“Betul bahwa orang R&D itu tugasnya berinovasi, untuk ciptakan entah produk baru,formula baru, atau whatever (apapun) lah. Tetapi, bukan berarti, the rest of the employees (karyawan lainnya) jadi tidak punya tugas berinovasi atau tidak bisa berinovasi,” katanya.

Menurutnya, jika sebuah inovasi hanya dimandatkan kepada departemen R&D saja di dalam sebuah perusahaan, maka hal tersebut akan menjadi berat. Hal ini dikarenakan inovasi membutuhkan sebuah proses, dan proses itu perlu melibatkan banyak orang.

“Kalau misalnya inovasi di suatu perusahaan itu hanya dimandatkan kepada sekelompok orang yang ada dalam departemen R&D (itu) berat. Karena inovasi itu bukan hanya tentang melahirkan formula baru, dan sebagainya, itu enggak. Inovasi itu bisa diproses, bisa di jualan, dan lain sebagainya. So, every single person (Jadi, setiap orang), yang bukan hanya ada di R&D, tapi di seluruh perusahaan itu sekarang terpanggil untuk melakukan inovasi, dan (hal itu) bisa (dilakukan),” ujarnya.

Keempat, inovasi sering dikaitkan dengan munculnya produk fisik saja.

“Di kepala kita tuh pasti berpikir kalau inovasi itu produk, bentuk fisik gitu. Padahal, enggak.” Ia mengatakan bahwa ruang untuk berinovasi itu luas, dan tidak terfokus pada bentuk produk fisik saja.

“Ada yang namanya proses innovation (inovasi). Kamu inovasinya di proses yang kamu lakukan sekarang. Ada business model innovation (inovasi model bisnis), produknya mungkin sama, prosesnya mungkin sama, tapi model bisnisnya yang kita ubah,” sambungnya.

Kelima, banyak orang berpikir bahwa inovasi memerlukan perencanaan dan anggaran yang besar dan detail.

“Sebenarnya kita terjebak pada paradigma lama, istilahnya waterfall. Dimana kalau kita ingin menjalankan sebuah proyek itu anggarannya harus detail dulu, spek-nya harus detail dulu, di desain dengan jelas dulu, anggarannya harus ada dulu baru bisa gerak,” ujarnya.

Ia menilai, jika semua inovasi menggunakan proses tersebut, maka kemungkinan dalam setahun, perusahaan hanya bisa melakukan sedikit inovasi.

“Kalau semua inovasi pakai proses yang kaya gitu, perusahaan mungkin setahun hanya bisa  ada tiga (sampai) empat inovasi doang. Dan tidak semua orang bisa inovasi,” tukasnya.

Ia melanjutkan, inovasi merupakan sebuah proses yang dapat dijalankan sembari dipikirkan. Karena sembari menjalankan proses tersebut, pastilah terdapat pikiran-pikiran atau ide-ide baru yang bisa menjadi inovasi.

“Namanya inovasi itu, sebenarnya proses yang sambil jalan dipikirin. Jadi, perencanaanya itu sambil jalan. Nggak harus punya rencana yang matang dulu, ada anggaran yang jelas dulu, baru dieksekusi,” tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Fajria Anindya Utami

Advertisement

Bagikan Artikel: