Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rayakan Satu Dekade, CEO Ralali.com Ungkap Strategi Bertahan di Berbagai Masa

Rayakan Satu Dekade, CEO Ralali.com Ungkap Strategi Bertahan di Berbagai Masa Kredit Foto: Nadia Khadijah Putri

Apakah dengan satu dekade Ralali ini, perusahaan terbuka dengan pendanaan baru? Jika iya, apakah boleh mengungkapnya berapa nilainya dan di tahap pendanaan apa? 

Sebenarnya udah sempat mengungkapkan (disclose) sih, beberapa kali. Jadi, kami memang pastinya ada pendanaan baru yang sedang kami cari, di tahap pendanaan baru. Sekitar US$30 sampai US$50 juta untuk securing-nya. Periodenya mungkin di tahun ini sampai di... ya tahun inilah. Karena Ralali itu setiap tahun pasti menutup putaran pendanaan (closing round).

Itu untuk sejauh ini. Jadi, pastinya kita berencana untuk closing.

Nah kegunaannya untuk apa? Untuk ekspansi tadi, untuk ada beberapa bisnis unit yang kami ingin spin-off, salah satunya Kalibrasi.com. Kami spin-off menjadi perusahaan terpisah. 

Kami juga ada rencana untuk ekspansi bisnis. Jadi, bantu bisnis dari Indonesia untuk jualan ke luar negeri dan sebaliknya. Jadi, cross-border.

Satu dekade ini titik baliknya. Mungkin pasca pemilu atau kapan, kita berencana untuk ke pabrik.

[Mengenai] cross-border, saat ini kami fokus kebanyakan di Indonesia. Kami pernah buka tahun 2019 di Thailand. Sampai 2021 kami jual ke grup Thailand. Jadi, kami benar-benar mau fokus ke Indonesia. Kami cukup punya kapabilitas untuk… karena kan startup sekarang lagi berdarah-darah, kan? Jadi, begitu kami sudah bisa stabil, ya menghasilkan keuntungan di Indonesia, lalu kami ekspansi.

[Di akhir wawancara, Joseph mengonfirmasi bahwa tahap pendanaan baru masih terbuka, dan dalam tahap eksplorasi pendanaan. Investor kebanyakan berasal dari luar negeri dan Joseph belum bisa memberi tahu rinci siapa pemimpin pendanaan tersebut. Joseph juga mengatakan, pendanaan tersebut mundur namun tetap akan berlangsung pada tahun 2023]

Ralali telah tersebar di kawasan Asia seperti Thailand, Jepang, Korea, sebenarnya apa strategi perusahaan hingga dapat melebarkan sayap ke negara tersebut?

Sebenarnya kunci platform B2B itu kan menghubungkan dalam negeri, nasional ke nasional, terus dari luar ke dalam nasional, atau nasional ke luar. Jadi, mimpinya sebenarnya... demokratisasi bisnis. Dengan internet kan, orang dari Papua bisa beli ke Jakarta, Jakarta bisa beli ke mana. Itu kan dasarnya seperti itu.

Nah, kenapa kami enggak buat global? Karena kan Indonesia memproduksi sesuatu, kami bisa memiliki sesuatu dari itu. Indonesia juga bisa beli sesuatu dari luar, masuk ke dalam. Jadi, kami melihat bahwa seharusnya, bukan hanya UKM-nya yang tumbuh di Indonesia, tapi kami melihat bahwa penghasilan menengahnya naik. Penghasilan menengahnya naik, berarti akan banyak bisnis di Indonesia. Secara berangsur, pasti akan banyak hubungan luar negeri, dalam negeri karena kebutuhan.

Kalau penghasilan menengah naik, kalau itu konsumsinya naik, maka orang mau berani nonton film, makan di luar, jalan-jalan keluar kota, keluar negeri, dan sebagainya.

Nah, kami melihatnya bahwa itu bertumbuh, ya pastinya bisnis seperti kami akan dibutuhkan, karena Indonesia akan dilirik, lalu siapa kanal yang akan dilihat.

Ketika kami berbicara soal cross-border, ini lebih spesifik dan penting untuk dicatat. Cross-border itu bukan hanya saya cariin market, atau dari luar--misalkan perusahaan Jerman mau masuk Indonesia-- tapi juga orang-orang lain itu bantu untuk dari segi akses ke perizinan dan lain-lain.

Ya, karena kan tidak bisa hanya kayak, oke saya mau beli ini dari sana, gitu. Tapi barang-barang sudah SNI belum? Nah, untuk itu kami juga ada layanannya sendiri untuk Ralali yang memang fokus membantu perusahaan untuk cek-cek seperti itu.

Ralali sebagai platform, kami mengajak konsultan, lembaga sertifikasi, kalau memang mereka butuh SNI atau apapun, BPOM, gitu. Nah, jadi kami mengajak mitra atau partner-partner tadi, sehingga UKM enggak perlu meeting satu-satu supaya mendapatkan 10 izin. Sudah, Ralali bantuin, kita percepat sama mereka. Nah, buat mereka, tinggal duduk manis, karena kami sudah sortir, jadi cepat. 

Ralali tersegmentasi untuk B2B, lantas bagaimana perusahaan menjalin hubungan dengan korporasi sebagai pelanggan? 

Kalau korporasi, pastinya kan kami sering lakukan event dan kemitraan (partnership) juga. Banyak event, partnership, terus gathering juga. Jadi memang kalau secara aktivitas, banyak lebih di arah ekspo, terus kemudian gathering, tipenya B2B lah untuk bertemu korporasi. 

Hanya saja karena sudah bekerja sama, biasanya kami tugaskan satu penanggung jawab (PIC), atau GK untuk menangani kebutuhan klien tersebut.

Jadi hubungannya lebih banyak, tadi, join business plan, mau kemana satu tahun ini? Misalkan, target harus berapa kali lipat? Kemudian kanalnya, banyak kan target perusahaan, harus buka berapa titik, penjualan berapa, atau harus untung berapa. Atau bahkan ada yang spesifik banget, misal principal dari Jerman bilang harus leverage B2B channel.

Entah kenapa tahun ini, banyak banget merek dari luar tuh rata-rata mencari kami. Semudah seperti principle-nya, hanya bilang seperti itu, harus mencari B2B commerce.

Nah, itu baru bisa kerja sama bareng, tahu tujuannya mau kemana, mereka mau tumbuh berapa kali. Nah, baru kami bisa komitmen bersama. Kami masukkan sumbernya atau chip-in resources, dia harus chip-in resources.

Satu lagi yang mungkin bisa ditambahkan adalah, kami mencoba untuk membuat kliennya berhasil, karena kami dapat bayarannya ketika mereka sukses. Jadi, dibayar sesuai performanya (pay per performance).

Mereka ada komitmen di depan, tapi nyatanya kami juga yang turut bantu mereka bertumbuh. Jadi, kami punya tanggung jawab untuk bikin mereka grow

Dalam satu dekade ini, apa saja tantangan mengelola tim Ralali?

Kami sebagai startup itu sendiri, ada tahap (stage)-nya kan? Maksudnya ada stage dan waktunya (timing).

Stage itu maksudnya, ada tahap awal (early stage) atau tahap berkembang (growth stage), Seri A, Seri B begitu kan? Itu stage. Timing, apakah tahun 2021, mungkin lagi gampang, uang lagi gampang, 2022 tiba-tiba lagi perang, kan?

Dalam kondisi stage dan timing yang berbeda itu butuh pemimpin yang berbeda pula, menurut saya. Di saat ini, Ralali sudah 10 tahun, tujuannya adalah membentuk pemimpin yang memang lebih profesional arahnya, yang menjadi perusahaan yang umurnya segitu, di mana sudah secara profesional, ada auditor, mengerti caranya manajemen strategis.

Pertama, dari segi kepemimpinan (leadership) pasti ada perubahan. Jadi, mungkin yang orang yang lama-lama menjadi pendukung, karena menjadi tidak relevan lagi untuk skala berikutnya. Pendukung itu berarti, ya sudah sampai sini, ya sudah. Kemudian dibesarkan yang di sini semakin dalam. Jadi, akan ada perubahan. 

Kedua, karena Ralali juga sudah menuju profitabilitas dan penawaran umum perdana (IPO) atau melantai di bursa (go public), mindset-nya harus berdasarkan memberikan nilai atau pendapatan lah untuk perusahaan. Jadi, DNA-nya berubah juga. 

Jadi, selain kepemimpinannya berubah lebih profesional, DNA-nya menjadi lebih memberikan nilai, daripada mengembangkan jualan atau apapun, lebih kepada memberikan nilai. Karena kalau kami memberikan nilai untuk klien, dan klien bersedia memberikannya ke kami.

Nah, itulah dua perubahan utama kami. Dari segi kepemimpinan atau leadership menjadi lebih profesional, perusahaannya sendiri lebih patuh. Kami punya dua sertifikat ISO, audit-nya juga dari perusahaan 10 besar. Jadi, sudah memenuhi untuk ke sana.

Kemudian bagian kedua adalah budaya (culture). Culture-nya harus memberikan nilai, didorong oleh penjualan atau sales-driven.  

Pekerja milenial dan Gen Z sering dibahas banyak orang, sebenarnya di Ralali, bagaimana agar tetap melekatkan mereka dan produktif? 

Saya pikir, bercampur, kebanyakan Indonesia itu milenial lah. Gampangnya, Indonesia sebagian besar kan 70% usia produktif, jadi milenial, boleh dibilang.

Komposisi kami 90% mungkin, bahkan, itu isinya adalah milenial. Banyak sekali. 

Karena milenial sudah makin tua, sekarang sudah generasi alfa kan. Sudah Zinneal, kemudian generasi Z, jadi milenial 10-15%. Saya pikir sih, bercampur.

Begini, untuk yang go to market harus lebih milenial dan lebih relevan dengan hari ini. Jadi, lebih muda, lebih relevan. Bukan berarti yang tua enggak relevan, tapi yang lebih relevan. Kalau enggak, ya tadi cari yang muda. Karena biasanya lebih relevan.

Contohnya, anak muda itu udah pasti pakai smartphone. Orang tua belum tentu. Jadi, yang kami cari itu, atau yang anak muda atau yang relevan. Orang tua nyatanya tetap pakai smartphone canggih. Bukan hanya karena dia mampu beli iPhone, tapi benar-benar, ‘oh lu pakai apa? Bayar apps nih.’ Benar-benar pakai.

Pastinya go to market, cari orang yang lebih relevan. Kemudian, kami 10%-nya lebih ke arah, tadi, mencari orang-orang yang punya pengalaman. Harapannya adalah orang yang 10% ini menurunkan kebijaksanaan atau insight-nya ke 90% milenial tadi, dan 90% mengajari yang 10% tadi tentang perubahan yang ada di pasar. 

[Untuk merangkul milenial], beda waktu, beda [pengelolaan]. Dulu itu kan persaingannya startup, yang memberikan fasilitas, lebih banyak yang menang. Jadi seperti, wah Shopee, makanannya tidak terbatas atau unlimited. Bahkan makanannya nggak hanya snack lagi, bisa milih lagi, mau bubur atau apa. [Joseph tertawa]. Dulu berlomba-lomba seperti itu. 

Nah, sekarang bukan berarti kami ikut-ikutan, kami enggak terlalu ikut-ikutan, karena kami platform B2B. Cuman, sekarang untuk bagaimana memelihara talenta atau menarik talenta adalah dengan menunjukkan bahwa kami sebagai perusahaan tetap bisa bertahan dan kami perlahan bisa menghasilkan profit, dan karena kami profitable, kami bisa bagi-bagi bonus. Arahannya sudah bukan lagi senang-senang, karena kami sudah 10 tahun, sudah bukan happy-happy.

Kami akan bilang, tujuannya harus profitable. Kalau kami tidak profitable, atau kami tidak bisa mencapai tujuan menjadi perusahaan terbuka atau apapun, lantas kami tidak membuktikan apa-apa ke pasar. Kami hanya membuktikan bahwa kami ambil uang investor, kami habiskan tapi enggak bisa mengembalikannya. 

Itu yang saya berikan ke orang-orang. Kalau mereka tidak paham, tidak mau mengerti ya sudah sayang sekali. Berarti kami perlu mencari seseorang yang kulturnya lebih relevan dengan kami.

Apa pesan untuk startup B2B agar tetap bertahan dan berkontribusi untuk ekonomi digital?

Pesannya ini, kalau mau berbisnis B2B, kontak Ralali.com. Artinya bukan kami jualan, tapi kami percaya bahwa kami punya pengalaman 10 tahun. Kami sudah ngerasain dari era yang berbeda bahkan era COVID-19 saja kami bertahan. Banyak teman saya yang usaha B2B, mati.

Jadi buat saya, kalau kamu anak baru-baru mulai, lah ngapain you start terus berdarah-darah, jalan-jalan, sedangkan you tinggal ngobrol atau tinggal kerja sama Ralali.com. Kami tunjukkan semua jalannya dan tinggal kami kasih saran. ‘Janganlah, nanti malah kita saingan, you juga enggak menang. Mendingan you ambil sektor ini, kami support you menang.’

Jadi kami mencari untuk B2B, lebih tepatnya secara khusus, jangan semua kerjain sendiri. Berkolaborasi dengan pemain yang mapan. Selalu manfaatkan pemain lebih mapan. Terakhir, saya selalu percaya bahwa satu tambah satu menjadi 11. Jadi seharusnya tidak hanya bermitra atau berkolaborasi tetapi co-creation adalah tujuan tertingginya. Karena kliennya sama. 

Baca Juga: OJK: Penetrasi Internet Naik 216 Juta Pengguna, E-Commerce Kontribusi 80% Ekonomi Digital

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: