Strategi CEO Silverlake Axis Tonjolkan Industri Keuangan Syariah di Indonesia dan ASEAN
Perusahaan penyedia solusi teknologi dan informasi untuk perbankan inti (core banking), Silverlake Axis telah lama mengembangkan sayapnya terhadap industri keuangan syariah di Indnonesia dan Asia Tenggara (ASEAN).
CEO dan Head Islamic Banking Silverlake Axis, Othman Abdullah, menceritakan sepak terjang perusahaan agar membantu menaikkan kelas industri keuangan syariah, khususnya perbankan dan teknologi finansial (financial technology) menonjol di tengah persaingan dengan industri keuangan konvensional. Warta Ekonomi berkesempatan mewawancarainya. Berikut detailnya.
1. Apa perspektif Silverlake Axis terkait perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia saat ini?
Kami melihat Indonesia sebagai potensi yang sangat besar. Ya, karena beberapa alasan. Jika kita benar-benar memahami perlunya perbankan syariah, itu dimulai dari komitmen beragama.
Baca Juga: Industri Keuangan Syariah Potensial, Silverlake Axis Ungkap 3 Faktor Menarik Minat Generasi Muda
Kita tahu itu di Indonesia, adalah negara dengan penganut agama Islam yang sangat besar. Kita memiliki jumlah penduduk Muslim yang sangat besar yang memahami perlunya komitmen agama untuk tidak terlibat dalam transaksi bunga atau riba. Jadi inilah orang-orang yang perlu memastikan bahwa transaksi keuangan memenuhi persyaratan agama sehingga Indonesia adalah salah satu pasar utama ini.
Jika melihat sebagai perspektif industri, tren perkembangan perbankan syariah di seluruh dunia, termasuk Indonesia, benar-benar industri sedang berkembang, di mana kami dapat melihat semakin banyak perkembangan di bidang ini, yang jika Anda perhatikan bahkan pemerintah menaruh banyak komitmen untuk ini.
Di Indonesia, pemerintah lewat Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sudah punya masterplan, sudah punya blueprint. Kalau perlu, ketika perbankan syariah dimulai di Indonesia itu, mungkin agak tersegmentasi, mungkin dari segi bottom up. Sekarang lihat pengembangannya, sudah semakin banyak inisiatif top down. Ya, kami sudah melihat blueprint dari OJK. Kami melihat pendirian KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah Indonesia) yang punya masterplan.
Jadi, berdasarkan itu semua, kami melihat dari sudut pemerintah di Indonesia memang sekarang ini meletakkan penekanan terhadap perbankan syariah dan perkembangannya.
Kami juga melihat contoh penggabungan tiga bank syariah, seperti Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, BNI Syariah itu menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI). Itu adalah sebagai salah satu bukti yang menunjukkan kalau pemerintah itu memang sekarang mau meletakkan penekanan pada pengembangan perbankan syariah. Karena kita harus memahami industri agar sebuah institusi benar-benar sukses. Itu benar-benar harus dapat beroperasi dalam ukuran yang tepat dan cukup besar untuk memahami pasar.
Jadi, kalau melihat semua perbankan yang kecil-kecil saja, mungkin kebutuhan modalnya tidak mencukupi. Terus kami melihat ada inisiatif seperti penggabungan itu. Jadi itu dari segi inisiatif syariahnya.
Dari segi perilaku konsumen atau nasabah, kami melihat kan semakin ramai generasi muda ini, semakin sadar dengan penggunaan produk keuangannya. Semakin ramainya generasi muda yang mungkin sekarang ini mempunyai preferensi terhadap produk perbankan syariah. Apalagi sekarang ini dengan menggunakan produk perbankan syariah yang berasaskan digital. Karena itu kan sangat sesuai dengan generasi muda saat ini, termasuk di Indonesia yang kebanyakannya sudah semakin digital savvy, menggunakan produk fintech.
Jadi, secara umum, perspektif kami dari Silverlake Axis terhadap perkembangan syariah sangat positif. Kami melihat kombinasi antara inisiatif pemerintah dan permintaan pasar. Karena itu, kami akan melihat bahwa ini sebenarnya adalah industri yang sangat menggembirakan untuk maju dalam beberapa tahun mendatang.
2. Mengenai Islamic Financial Technology, bagaimana pandangan Anda soal industri fintech, khususnya fintech syariah di Indonesia?
Pertama dan terpenting, kita perlu benar-benar menyadari bahwa saat ini kita hidup di dunia yang sangat digital. Jadi Anda bayangkan dari uang, saya kira Anda bangun juga menggunakan jam alarm dari ponsel Anda. Benar? Kemudian Anda dapat memesan Grab atau kapan pun menggunakan aplikasi seluler maka Anda bisa, Anda tahu, pergi ke restoran kapan pun Anda mencari opsi dari ponsel Anda, kan?
Jadi intinya di sini adalah kita hidup di dunia saat ini yang sangat digital. Jadi hal yang sama berlaku untuk persyaratan layanan keuangan. Biasanya, sebagai konsumen, saat ini, preferensi kita adalah solusi keuangan digital. Saya yakin Anda diberi pilihan itu. Apakah Anda ingin melakukan transaksi perbankan, ingin pergi jauh-jauh ke cabang bank atau menggunakan ponsel? Saya yakin Anda ingin menggunakan ponsel. Sehingga, perilaku konsumen saat ini akan mendorong kebutuhan solusi digital.
Jadi kami melihat produk syariah juga. Supaya bisa memastikan produk syariah diterima oleh konsumen, kami perlu memastikan produk syariah juga disampaikan secara digital.
Saya ingin menunjukkan sesuatu yang saya temukan di situs OJK yang menurut saya sangat relevan dengan percakapan kita. Ini adalah apa yang dikatakan, ya.
“Sistem dan visi perbankan syariah Bank Indonesia adalah perbankan syariah modern, berkarakter terbuka dan universal, serta inklusif bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.”
Perbankan syariah modern, terbuka dan universal, inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia, sistem perbankan pertama yang menghadirkan bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah Islam dan sekaligus dirumuskan dalam konteks permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini, dalam kesadaran sejarah, sosial, budaya, kondisi budaya negara.
Jadi ini sangat, sangat relevan dengan jawaban saya. Bahkan Bank Indonesia bervisi, berbagi solusi yang modern. Lantas apa solusi syariah yang modern? Jadi jawaban singkatnya adalah modern, pada dasarnya harus mendukung permintaan konsumen saat ini yang sangat digital.
Nah oleh karena itu, maka kami melihat bahwa lembaga keuangan saat ini, semakin banyak masalah digitalisasi keuangan yang muncul dengan layanan pengiriman digital ke pelanggan. Jika dulu, kapan pun Anda melakukan transaksi perbankan, Anda harus pergi ke cabang. Namun hari ini Anda dapat melakukannya dengan nyaman.
Namun, bukankah justru muncul solusi fintech itu adalah alternatif? Karena secara tradisional, dalam penyedia jasa keuangan tradisional, layanan mereka sedikit lebih mahal. Katakanlah, Anda tidak mau membayar biaya lebih tinggi, misalnya jika Anda harus mentransfer uang, itu belum termasuk biaya untuk Anda pergi ke cabang.
Jadi yang kami lihat hari ini, banyak perusahaan fintech yang datang dan memberikan solusi alternatif. Jadi misalnya bisa pakai, saya enggak yakin apakah di Indonesia BigPay itu terkenal. BigPay adalah aplikasi. Misalnya, Anda dapat menggunakan solusi fintech ini dari penyedia layanan alternatif agar Anda dapat mendapatkan layanan dengan biaya yang jauh lebih masuk akal
Karena permintaan dari konsumen ini, kami melihat bahwa di Indonesia, banyak tren ini, sehingga kami melihat banyak dari perusahaan fintech kecil ini hadir dengan solusi digital ini.
Apa yang mereka ingin mereka tunjukkan misalnya, adalah keuangan alternatif. Kalau dulu kapan-kapan mau ambil pembiayaan untuk usaha kecil-kecilan misalnya, ya harus ke bank, atau pas ke bank, kalau tidak punya catatan kredit, tunjukin riwayat kreditnya, mereka mungkin tidak menyetujui aplikasi Anda.
Tetapi hari ini, Anda memiliki platform crowdfunding alternatif. Di Indonesia, kami melihat bahwa ini juga berkembang, dan merebak akan datang. Jadi untuk perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, mereka memiliki alternatif tempat bagi mereka untuk mengajukan pembiayaan bisnis mereka dalam jumlah yang lebih kecil, kecil lho, proses yang lebih cepat. Jadi kami melihat bahwa perkembangan financial technology dalam konteks syariah ini juga berkembang sangat pesat di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Lestari Ningsih
Advertisement