Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Buntut Polemik TikTok! Kemendag Bakal Pisahkan Izin Medsos dan Social Commerce

Buntut Polemik TikTok! Kemendag Bakal Pisahkan Izin Medsos dan Social Commerce Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Perdagangan mengaku bakal segera merampungkan revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, pada bulan ini.

Adapun salah satu yang diatur dalam beleid teranyar ini ialah terkait media sosial (medsos) dan social commerce yang bakal memiliki izin terpisah. Sebagaimana di ketahui, TikTok kini tak hanya sebagai media sosial saja, namun juga melakukan aktivitas perdagangan layaknya e-commerce. Hal inilah yang nantinya akan diatur dalam revisi Permendag tersebut.

"Nanti e-commerce dengan sosial commerce beda, izinnya mesti beda. Jadi kalau dia ada yang medsosnya, ada yang komersial, itu izinnya beda. Izinnya harus dua. Izin usahanya di Kemendag," ujar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) kepada wartawan di Jakarta, Jumat (4/8/2023). Baca Juga: Kemendag Dorong Produk UMKM Hadir dalam E-Katalog Pemerintah

Lebih lanjut, Zulhas menuturkan, saat ini revisi regulasi tersebut tengah dalam tahap harmonisasi antar kementerian dan ditargetkan rampung di bulan ini. Selain soal izin usaha social commerce, politisi PAN itu bilang regulasi tersebut juga akan mengatur bahwa seluruh platform belanja daring tidak diperbolehkan menjadi produsen dalam produk apa pun.

"Platform digital nggak boleh jadi produsen. Misalnya TikTok bikin celana merk TikTok ya nggak bisa," ungkapnya.

Ditemui terpisah, Staf khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pembedayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari menyambut baik revisi peraturan tersebut. Pasalnya, saat ini belum ada aturan soal social commerce yang diklaim sering melakukan perdagangan lintas batas (cross border).

"Pihak Tiktok bilang bahwa tidak ada cross border. Faktanya harga-harga yang di Tiktok Shop hari ini, itu harga - harga produk impor. Pasti. Yang kita sebut predatory pricing. Bagaimana tidak harga parfum dijual Rp20 ribu, Rp30 ribu. T-Shirt, gitu kan. Kemudian ada sandal," jelasnya. 

Sebelumnya, Menteri Teten menyatakan saat ini Tiktok mendefinisikan diri sebagai social-commerce. Bukan hanya sebagai media sosial,  TikTok adalah platform yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) dapat mempromosikan penawaran barang dan/atau jasa sampai dengan melakukan transaksi.Baca Juga: Gelar Pertemuan dengan TikTok, KemenKopUKM Pastikan UMKM Lokal Diperlakukan Adil

Namun, Tiktok juga meluncurkan Tiktok Shop sebagai unit usaha yang baru. Posisi ini membuat Tiktok Shop dikhawatirkan mampu memainkan algoritma untuk mendorong penjualan produk tertentu yang terafiliasi dengan bisnisnya. TikTok Shop ini bisa mengirim barang-barang langsung dari Cina lewat retail online itu sesuai permintaan market dengan harga yang jauh lebih murah. 

“Sudah pasti nanti lewat algoritmanya mereka akan diarahkan ke produk punya mereka, kan. Ini bukan sekadar market place, nah pasti kalah UMKM kita,” ujar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki beberapa waktu lalu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: