Jokowi Mau Subsidi Tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Ekonom Protes: Bebani APBN!
Rencana subsidi tiket Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai akan membebani APBN lebih dalam. Hal itu disampaikan Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, MPP.
Dia menerangkan, proyek KCJB yang semula dijanjikan dengan biaya investasi sekitar 5,5 miliar dolar AS, kini membengkak menjadi 7,27 miliar dolar AS. Terlepas dari alasan-alasan teknis yang mungkin mendasari pembengkakan biaya ini, Achmad menilai, penggunaan dana APBN dalam proyek ini seolah menjadi alternatif mudah daripada mencari solusi yang lebih terukur.
Baca Juga: Geber PSN Tol Cisumdawu Hingga KCJB, Airlangga Ingin Ekonomi Jawa Barat Meroket
"Dari proses pembiayaan yang bermasalah bisa yang menyebabkan pembengkakkan yang membebani APBN, menunjukkan perencanaan dan proses pembuatan kerja sama yang tidak matang dan teliti," tegasnya, dalam keterangan resminya kepada Warta Ekonomi, dikutip Senin (14/8/2023).
CEO Narasi Institute itu dengan tegas menyebut bahwa beleid subsidi tiket KCJB tidak tepat. Proyek KCJB awalnya diharapkan tidak melibatkan APBN, tetapi kini melibatkan APBN. Tak hanya itu, kehadiran subsidi tiket KCJB akan tambah membebani neraca keuangan negara.
"Itu menunjukkan ketidaksesuaian dalam komitmen dan tindakan. Janji politik adalah fondasi hubungan antara pemimpin dan rakyat," serunya.
Menurutnya, keputusan untuk melibatkan APBN dalam subsidi KCJB merusak integritas janji-janji politik. Tak hanya itu, keterlibatan APBN dalam subsidi ini menambah beban negara lebih dalam sehingga akan mengganggu program-program pemerintah yang lainnya.
Jika dilihat dari harga yang ditetapkan tanpa subsidi, diproyeksikan kemampuan pengembalian modal bisa mencapai 80 tahun. Ini pun rentan dengan tingkat kemampuan manajemen KCJB dalam membiayai pemeliharaan yang tentunya membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.
"Jika aspek ini terganggu, tentunya selain mendatangkan ancaman bagi keselamatan, tapi juga menjadi ancaman bagi sustainability operasional KCJB. Perjalanan 80 tahun ini tentunya harus ada biaya pengadaan selama beberapa kali yang menuntut anggaran depresiasi yang cukup," jelas Achmad.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Advertisement