Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Neraca Dagang Indonesia Surplus Rp153,3 Triliun, Jangan Bangga Dulu!

Neraca Dagang Indonesia Surplus Rp153,3 Triliun, Jangan Bangga Dulu! Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan

Ia melanjutkan, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen tersebut tampaknya akan sulit untuk dicapai. Hal tersebut ia katakan sebab saat ada momentum yang seharusnya bisa memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti hari raya Idulfitri dan Iduladha, rupanya peningkatannya cenderung lemah.

“Nah, sepertinya angka ini akan sulit dicapai. Kenapa? Karena triwulan kedua kemarin ya, sudah ada momentum Lebaran, bahkan di akhir Juni ada Iduladha, tapi nyatanya ekonomi kita sebetulnya tidak terlalu akselerasi. Hanya tumbuh 5,17 persen,” ungkapnya.

Eko juga mengatakan bahwa surplus neraca dagang Indonesia tersebut wajar. Mengingat penerimaan negara yang kian naik, sementara realisasi belanja negara justru cenderung menurun.

“Ini belanja pemerintah sebetulnya seret kalau saya bilang. Jadi, malah menurun begitu. Wajar saja ketika penerimaan negara naik, terus belanjanya turun, yang terjadi sebetulnya adalah surplus,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Kementerian Keuangan melaporkan realisasi belanja negara hingga Juli 2023 mencapai Rp1.461,2 triliun atau 47,7 persen dari APBN. Sementara dari sisi pendapatan negara mencapai Rp1.614,8 triliun atau 65,6% dari target APBN 2023.

Senada, anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menilai surplus neraca dagang Indonesia ini tidak boleh dijadikan sebagai sebuah ukuran untuk menilai kinerja pemerintah. Ia mengatakan surplus wajar terjadi karena penerimaan negara naik, sementara pengeluaran negara cenderung masih rendah pada Juli 2023.

“Di dalam kinerja APBN 2022 sampai Juli, belanja itu 47,7%. Artinya apa? Di bulan ketujuh, masih tersisa sekitar lima bulan lagi, harusnya kalau Juli kan idealnya harus sudah 50%. Sementara, dari sisi penerimaan kita sudah mencapai 65,6%. 65,5% secara year on year itu peningkatannya sekitar 4,1%. Ada ketidakseimbangan, yang satu sudah meningkat sampai penerimaanya 65,6%, belanjanya masih 47,7%. Pasti surplus, jangan menilai ini sebagai kinerja,” tuturnya.

Ia menambahkan, realisasi belanja APBN Indonesia dari tahun ke tahun jarang sekali mencapai angka 100%. Hal tersebut ia artikan bahwa Indonesia tidak pernah memperbaiki kinerja belanjanya.

“APBN kita ini kan selalu realisasinya 93%, 95%, 97%, jarang APBN sampai 99,9%, itu jarang sekali. Ini adalah catatan tersendiri bahwa dari dulu kita tidak pernah memperbaiki kinerja belanja,” tukasnya.

Baca Juga: Ekonom Ungkap Alasan Subsidi Tiket KCJB Tak Tepat, dari Bebani APBN hingga Kental Nuansa Politis

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: