Pada skenario putaran kedua atau hanya ada dua pasangan, kecenderungan tersebut diperkirakan bakal makin menguat. "Jika Anies tidak berlaga lagi, sebagian besar pemilihnya akan beralih mendukung Prabowo atau sisanya golput, enggan mencoblos Ganjar," terang Rudi.
"Hal ini menjadi tantangan bagi kubu Ganjar untuk bisa memperbesar dukungan, baik dengan mengonsolidasikan koalisi partai-partai maupun mencari pendamping cawapres yang bisa mengungkit elektabilitas," kata Rudi menjelaskan.
Persoalannya, formasi koalisi relatif sudah terbentuk, di mana kubu Prabowo mendapat dukungan terbesar partai-partai atau setara 265 kursi di parlemen. Ganjar hanya meraup dukungan 147 kursi, sedangkan Anies sebanyak 163 kursi.
Besarnya kursi partai-partai pendukung Prabowo diperoleh setelah Golkar dan PAN memutuskan bergabung bersama Gerindra dan PKB mendeklarasikan Prabowo sebagai capres pada 12 Agustus 2023 lalu. Ganjar hanya didukung oleh PDIP dan PPP, serta sisanya partai-partai non-parlemen.
"Kecuali jika kubu Ganjar bisa mengajak partai-partai di koalisi lain untuk membelot, misalnya jika Koalisi Perubahan tak kunjung menyepakati nama cawapres pendamping Anies," ujar Rudi. Sebelumnya, Demokrat yang notabene seteru lama PDIP sempat membuka komunikasi politik.
Hanya saja dengan waktu yang tersisa dua bulan menjelang pendaftaran capres-cawapres ke KPU, peluang makin menyempit. "Dinamika pencapresan dan koalisi masih mungkin berubah lagi, tetapi perlu kerja keras dan strategi yang jitu untuk memperbesar peluang menang," pungkas Rudi.
Survei Y-Publica dilakukan pada 7-15 Agustus 2023 kepada 1.200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Data diambil melalui wawancara tatap muka terhadap responden yang dipilih secara multistage random sampling. Margin of error sekitar 2,89 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement