- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Kenaikan Harga BBM: Dampak Ganda bagi Masyarakat dalam Ekonomi yang Belum Pulih
Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang dengan populasi yang besar, tentu menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks. Ditambah lagi dengan kebijakan PT Pertamina (Persero) yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi di SPBU.
Meskipun terdengar sederhana, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ, Achmad Nur Hidayat menilai kebijakan ini memiliki dampak luas yang bisa menggoyahkan perekonomian nasional.
Pertama, menurut beberapa data, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) melambat selama tiga bulan berturut-turut, menandakan permintaan yang merosot. Adapun Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) untuk Juli 2023 adalah 123,5, turun dari bulan sebelumnya.
Baca Juga: Moeldoko Soroti Sinkronisasi Data KUSUKA untuk Pemerataan BBM Bersubsidi
"Kedua, indeks tersebut memberikan gambaran yang jelas bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang dalam tren penurunan. Dengan kenaikan harga BBM, apa yang akan terjadi?" tutur Achmad dalam keterangannya, Selasa (5/9/2023).
Menurutnya, dalam jangka pendek, kenaikan harga BBM tentunya akan memengaruhi biaya hidup masyarakat. Semua sektor, mulai dari transportasi, logistik, hingga harga pangan, akan terkena dampak.
"Biaya transportasi yang naik akan mendorong kenaikan harga barang dan jasa lainnya. Ini adalah efek domino yang tidak dapat dihindari," beber CEO Narasi Institute ini.
Namun, lanjutnya, dampak jangka panjangnya lebih mengkhawatirkan. Kenaikan harga BBM bisa menurunkan minat konsumen untuk berbelanja, mengingat biaya transportasi dan harga barang yang naik. Hal ini akan memperparah penurunan daya beli yang sudah ada.
Dengan daya beli yang semakin lemah, industri dalam negeri akan kesulitan meningkatkan produksi dan penjualan mereka. Ini bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja, yang tentunya akan meningkatkan angka pengangguran.
"Pertanyaannya adalah, mengapa PT Pertamina memutuskan untuk menaikkan harga BBM di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil? Memang, PT Pertamina memiliki alasan bisnis untuk menyesuaikan harga BBM. Namun, dalam skenario ekonomi makro, pemerintah dan BUMN harus memprioritaskan kesejahteraan masyarakat," jelasnya.
Berdasarkan laporan OECD, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya sebesar 4,7% untuk tahun ini. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, pertumbuhan ekonomi nasional terbilang lambat. Pemerintah seharusnya fokus pada pemulihan ekonomi, bukan menambah beban dengan kenaikan harga BBM.
"Tentu saja, Pertamina memiliki argumen bahwa mereka perlu menyesuaikan harga dengan pasar global dan fluktuasi harga minyak dunia. Namun, di saat yang sama, pemerintah bisa mencari solusi lain untuk menstabilkan harga BBM, misalnya dengan memberikan subsidi atau insentif lainnya kepada Pertamina," ungkap Achmad.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement