Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

WFH Berhasil Kurangi Emisi Karbon Karena Penggunaan Kendaraan Pribadi Turun Signifikan

WFH Berhasil Kurangi Emisi Karbon Karena Penggunaan Kendaraan Pribadi Turun Signifikan Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menilai kebijakan pemerintah berupa work from home/WFH bagi sebagian aparatur sipil negara (ASN) mulai membuahkan hasil dalam mengurangi polusi udara di Ibu Kota Jakarta.

“Kebijakan WFH tersebut mulai mampu mengurangi mobilitas warga yang menggunakan transportasi pribadi dari kota penyangga, seperti Depok, Bekasi dan Tangerang ke Jakarta,” kata Ahmad kepada media. 

Menurutnya, kebijakan WFH berpengaruh signifikan terhadap pengurangan emisi karbon dari kendaraan pribadi yang mayoritas masih menggunakan mesin bakar atau internal combustion engine (ICE).

Baca Juga: Terbukti, Kualitas Udara Membaik saat WFH dan Rekayasa Lalu Lintas

Bagi pria yang akrab disapa Puput itu, mengatakan agar pemerintah terus mendorong kendaraan hybrid maupun kendaraan listrik berbasis baterai pun sama sekali tak ada ruginya buat negara maupun masyarakat. Bahkan, hal itu bisa menjadi penjaga kesadaran semua pihak akan gaya hidup yang lebih berkelanjutan.

“Karena sekali pun pembangkit listrik di sini masih banyak menggunakan batu bara, tetap saja hitung-hitungan emisi per kilometer yang dihasilkan kendaraan listrik dan hybrid lebih rendah ketimbang kendaraan bermesin bakar atau internal combustion engine/ICE,” tambahnya.

Kendaraan listrik berbasis baterai memang masih menghasilkan jejak karbon atau emisi apabila setiap hari diisi ulang dengan listrik yang mayoritas berasal dari pembangkit bertenaga batu bara. 
Baca Juga: Menparekraf Dukung Penerapan WFH untuk Cegah Peningkatan Polusi Udara Jakarta

“Namun, berdasarkan perhitungan KPBB, emisinya tetap bisa lebih rendah sekitar 28 persen per km ketimbang kendaraan ICE biasa,” kata Ahmad yang juga sebagai Ketua Forum Udara Bersih Indonesia (FUBI).  

Terbukti, pada saat 4 unit atau setara dengan 1,6 GigaWatt PLTU Suralaya dalam posisi shutdown sejak 29 Agustus, polusi udara pada 30-31 Agustus tetap tinggi. “Aksi pembenahan terhadap sektor transportasi tetap memiliki urgensi paling tinggi,” katanya.

PLTU milik pemerintah sudah terpasang alat-alat canggih yang mampu menyedot debu emisi. Sehingga jika beterbangan pun tidak akan sampai Jakarta. Saat ini arah angin pada bulan-bulan ini juga enggak mengarah ke Jakarta.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: