Palo Alto Networks Temukan 47% Transaksi Digital Meningkat, Apa Dampaknya?
Perusahaan global yang fokus pada bidang keamanan siber, Palo Alto Networks baru-baru ini mengumumkan hasil survei mengenai kondisi keamanan siber di Asia Tenggara dan Indonesia. Hasilnya, sekitar 47% transaksi digital meningkat di Indonesia dan kebanyakan berasal dari situs e-commerce dan aplikasi super (superapp). Lantas apa dampaknya?
Country Manager Indonesia Palo Alto Networks, Adi Rusli memaparkan bahwa meningkatnya transaksi digital tersebut terjadi karena perusahaan atau pelaku usaha ingin lebih terhubung dengan pemasok-pemasok dan pihak ketiga lainnya. Bahkan dari segi bisnis ke bisnis (B2B), banyak yang sudah membuka antarmuka pemrograman aplikasi atau application program interface (API).
“Meningkatnya transaksi digital, bukan hanya dari e-commerce, tapi kami juga melihat banyak tumbuh berkembangnya superapp. Banyak sekali yang klaim superapp dan banyak yang memanfaatkan keamanan siber,” ungkap Adi di media briefing bertajuk Laporan Kondisi Keamanan Siber di Daerah ASEAN Tahun 2023 di Kuningan, Jakarta, Senin (18/9/2023).
“Dari B2B, banyak yang sudah membuka API untuk bisa menyambung ke pemasok, pelanggan, dan sebagainya. Itu banyak yang dilakukan secara digital yang tadinya manual,” sambungnya.
Namun dampaknya, perkembangan transaksi digital tersebut juga diiringi meningkatnya risiko serangan siber atau cyberattacks sebesar lebih dari 50% terhadap perusahaan dan pelaku usaha, khususnya usaha kecil menengah (UKM). Dibandingkan tahun lalu, angka ini cukup signifikan.
“23% dari bisnis di Indonesia mengeklaim bahwa mereka melihat peningkatan yang signifikan terhadap serangan-serangan,” tambah Adi.
Adi pun melanjutkan, justru perusahaan-perusahaan yang memiliki sumber daya manusia yang mumpuni untuk mengamankan aset teknologi informasi (IT), terkena risiko serangan, khususnya serangan siber. Mengapa demikian?
Ia bercerita, meskipun UKM lebih banyak terkena serangan tersebut, namun perusahaan besar—dalam survei tersebut—justru lebih rentan terkena. Penyebab-penyebabnya adalah account takeover (mengakses akun dari perangkat lain atau mengambil alih kendali akun), serta masalah konektivitas 5G yang belum merata di seluruh Indonesia.
Adi berpesan, penyebab-penyebab tersebut dapat diatasi melalui transformasi dari individu dan perusahaan. Sehingga dapat mendukung teknologi yang diterapkan oleh perusahaan atau pelaku usaha, misalnya untuk masalah account take over.
“Keamanan siber harus disertai transformasi dari indivitu itu, bukan hanya teknologinya, tapi proses termasuk juga dengan budayanya. Misalnya membuat password yang sulit ditebak, tidak sharing. Harus dimulai dari mindset individunya dulu,” pungkas Adi.
Baca Juga: Demi Keadilan UMKM, DPR Dorong Bisnis Medsos dan Social Commerce Wajib Dipisah
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement