Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menyelam hingga Pantau Kondisi Air Laut, Drone Indonesia Kantongi Hati Delegasi AIS Forum!

Menyelam hingga Pantau Kondisi Air Laut, Drone Indonesia Kantongi Hati Delegasi AIS Forum! Maritime Research Laboratory (MEAL) Universitas Padjajaran Bandung yang terletak di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, menjadi tempat pertama pengembangan ARHEA bersama dengan Institut Ilmu Kelautan (MSI) Universitas Filipina dan PT Robo Marine Indonesia pada 2016. (Foto: Dokumen Unpad) | Kredit Foto: Unpad

"Sampai di permukaan air, alat ini akan langsung mengirimkan data. Nantinya, setelah seluruh data terkirim dalam waktu 15-25 menit, maka ARHEA akan kembali menyelam," ujar pria kelahiran Pematangsiantar, 17 Januari 1982 tersebut ketika dihubungi, Minggu (8/10/2023).

Ia mengatakan, sensor yang dipasang disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya. Bisa untuk mengukur parameter atmosfer seperti suhu udara, kelembapan, dan tingkat polusi air. Sementara parameter di dalam air seperti untuk mengetahui kondisi salinitas atau kadar garam air laut, derajat keasamaan (pH), suhu air, oksigen terlarut (DO), dan kekeruhan.

Baca Juga: Kesetaraan hingga Sinergi, Begini Hasil Deklarasi Pemuda dalam AIS Youth Conference Bali

Bahkan dapat memprediksi kawasan populasi ikan (fishing ground prediction) sekaligus memetakan areanya. Akurasinya mencapai di bawah 5 meter dari objek yang direkam di bawah permukaan air. ARHEA dapat difungsikan sebagai alat pengawasan kawasan lindung laut. Sehingga dapat dipakai oleh instansi yang berhubungan dengan kelautan dan perikanan. Selain itu, ARHEA dapat dilepaskan ke laut memakai perahu atau pesawat terbang.

Akurat, terukur dan teruji

Waktu pengukuran oleh sensor juga bisa diatur oleh pengguna, misalnya per 5 menit, 30, atau 60 menit. Data yang disimpan kemudian dikirimkan via satelit, lalu diterima oleh server di Pusat Data Kelautan Terintegrasi Unpad (Indonesia Sea-Padjadjaran Oceanographic Data Center). Hasil pemantauan oleh sensor langsung ditayangkan secara real time di laman www.isea-pdoc.org.

Pengembangannya menurut kandidat doktor kelautan tersebut dilakukan sejak tahun 2016 oleh Laboratorium Riset kelautan (Maritime Research Laboratory/MEAL) Unpad bersama Institut Ilmu Kelautan (MSI) Universitas Filipina dan PT Robo Marine Indonesia. Prototipe pertama diberi nama GPS Drifter Combined (GERNED). Selanjutnya dinamai sebagai RHEA atau Drifter GPS Oceanography Coverage Area.

ARHEA juga sudah menjalani serangkaian uji coba di sejumlah perairan Indonesia, di antaranya Pangandaran, Jawa Barat dan Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. ARHEA juga sudah diujicoba di perairan Suva, negara Fiji. Saat dideklarasikannya Forum Negara-negara Pulau dan Kepulauan (Archipelagic and Island States/AIS) di Manado, Sulawesi Utara pada 1 November 2018, ARHEA ikut diperkenalkan.

Alatinilangsungmerebutsimpatidelegasi negara-negara peserta.Parapemangku kepentinganyangberhubungandengan bidang kelautan dan perikanan langsung menyatakan minatnya untuk meminang ARHEA. "Ini membanggakan bagi kami karena alat ini hampir 80 persen bahan bakunya buatan dalam negeri dan ARHEA diproduksi di Indonesia. Kecuali transmiter untuk pengiriman data ke satelit yang masih harus diimpor," terang Noir.

Baca Juga: 430 Kendaraan Listrik Siap Jadi Moda Transportasi Unggulan di KTT AIS Forum Bali

Karena pemanfaatannya sangat baik terutama bagi negara-negara pulau dan kepulauan, pihak AIS Forum bersama organisasi Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memberikan dukungan penuh, terutama dalam bentuk bantuan hibah pengembangannya. Ini agar alat buatan putra-putri terbaik Indonesia tersebut dapat disematkan oleh lebih banyak lagi teknologi terbaru bidang kelautan untuk menjaga masa depan laut yang berkelanjutan.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: