Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Survei IFEC Hong Kong: Kurang dari 50% Investor Kripto Tahu Regulasi yang Relevan

Survei IFEC Hong Kong: Kurang dari 50% Investor Kripto Tahu Regulasi yang Relevan Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hanya 47% investor kripto ritel di Hong Kong yang mengetahui Rezim Regulasi Platform Perdagangan Aset Virtual, yakni sebuah undang-undang yang mulai berlaku pada bulan Juni 2023 untuk melindungi kepentingan investor ritel dalam aset digital di wilayah tersebut.

Dilansir dari Cointelegraph pada Kamis (12/10/2023), menurut laporan dari oleh Investor and Financial Education Council (IFEC) Hong Kong pada 11 Oktober, IFEC mencatat bahwa hampir 25% orang dewasa Hong Kong berusia 18-29 tahun telah berinvestasi kripto dalam setahun terakhir, tiga kali lipat dari rata-rata demografis dan peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun 2019, di mana hanya 3% responden dalam demografi tersebut yang melaporkan berinvestasi dalam kripto.

Terlepas dari peningkatan adopsi, sebagian besar warga Hong Kong mengatakan bahwa preferensi investasi utama mereka adalah saham (96%), reksa dana dan perwalian (24%), kemudian obligasi (18%). Sekitar tiga perempat dari keseluruhan responden mengatakan bahwa tujuan utama berinvestasi kripto adalah "keuntungan jangka pendek", selain "takut ketinggalan". Survei ini melibatkan 1.000 responden yang berusia antara 18 dan 69 tahun.

Baca Juga: Laporan WSJ: Hamas Telah Kumpulkan Rp1,4 Triliun Donasi Kripto

Manajer umum IFEC, Dora Li, akhirnya menanggapi hasil penelitian tersebut. 

"Investor harus memahami karakteristik produk dan risiko terkait sebelum berinvestasi, untuk menyelaraskan pilihan mereka dengan tujuan keuangan dan tingkat toleransi risiko mereka," jelas Li. 

Sementara itu, Eric Chui, kepala departemen ilmu sosial terapan di PolyU, berkomentar bahwa investor aset virtual harus lebih matang dan rasional. 

"Investor aset virtual harus berpikir lebih matang dan rasional. Mereka juga harus membangun literasi keuangan mereka dan mengumpulkan informasi pasar berkualitas tinggi untuk menghindari perilaku investasi yang tidak rasional dan bias,” jelas Chui. 

Dimulai pada Juni, Hong Kong melegalkan perdagangan kripto ritel untuk bursa berlisensi, dengan hasil yang beragam. Selama ini, skema Ponzi terbesar dalam sejarah Hong Kong, skandal pertukaran kripto JPEX senilai US$166 juta (Rp2,6 triliun), terbongkar di Daerah Administratif Khusus China.

Baca Juga: Binance Bungkam soal Proyek Dana Pemulihan Kripto Senilai Rp15,6 Triliun

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: