Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bos PLN Beberkan Strategi Kurangi Emisi Karbon

Bos PLN Beberkan Strategi Kurangi Emisi Karbon Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mendukung percepatan transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060, PT PLN (Persero) memastikan operasional maupun bisnis perusahaan dirancang selaras dengan upaya transisi energi, termasuk pengurangan emisi karbon hingga pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo memaparkan berbagai strategi yang telah dan akan dilakukan PLN dalam mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor kelistrikan. 

Darmawan menyebut bahwa selama 3,5 tahun terakhir, PLN telah menghapus rencana pembangunan 13,3 gigawatt (GW) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sebelumnya masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Baca Juga: PLN-Pos Indonesia Integrasikan Rantai Pasok Logistik dan Akselerasi Kendaraan Listrik

Selain itu, PLN mengganti PLTU batu bara sebesar 800 MW dengan pembangkit gas hingga membatalkan perjanjian pembelian tenaga listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) PLTU batu bara sebesar 1,3 GW.

"Apakah itu cukup? Tidak cukup. 1,1 GW batu bara lainnya tidak hanya dihilangkan, tetapi juga digantikan oleh energi terbarukan yang dapat menghilangkan sekitar 200 juta CO2 dalam waktu 25 tahun," ujar Darmawan dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (13/10/2023).

Darmawan mengatakan, PLN juga tengah menggencarkan pengembangan EBT di Indonesia dengan membangun rancangan kelistrikan paling hijau dalam sejarah, yakni penambahan 52 persen pembangkit dari EBT.

Selain itu, PLN akan mengakselerasi penambahan pembangkit energi terbarukan secara agresif hingga 75 persen berbasis air, angin, matahari, panas bumi, dan ombak.

Lanjutnya, upaya ini juga ditambah dengan inovasi PLN membangun Green Transmission Line, yaitu jalur transmisi besar dalam mengatasi missmatch antara lokasi episentrum EBT yang jauh dari pusat ekonomi dan industri yang berada di Pulau Jawa.

"Kita perlu membangun jalur transmisi ramah lingkungan dalam skala besar. Jika kita membangunnya, maka kita dapat menambah 32 GW energi terbarukan berbasis tenaga air dan panas bumi hingga 15 tahun ke depan," ucapnya.

Di samping itu, untuk memastikan pasokan EBT tetap stabil di tengah cuaca Indonesia yang berubah, PLN akan membangun smart grid untuk mengantisipasi tantangan intermiten sistem sebelumnya yang tidak mampu mengakomodasi pembangkit surya dan angin dalam skala besar.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa perseroan menjadikan tantangan transisi energi sebagai peluang untuk bertransformasi menjadi perusahaan yang berwawasan dinamis dan berprospek masa depan. Sehingga, setiap proses bisnis, cara kerja, dan cara pengambilan keputusan lebih akuntabel, kredibel, ringkas, terkonsolidasi, dan terintegrasi.

"Transisi energi ini peluang Indonesia mempercepat pertumbuhan, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, membangun kapasitas nasional yang baru. Bagi PLN, inilah kesempatan kita bertransformasi dari perusahaan statis menjadi perusahaan dinamis dan berwawasan ke depan. Kami akan mengubah tantangan-tantangan ini menjadi peluang besar," ucapnya. 

Meski begitu, Darmawan menekankan transisi energi bukan hanya agenda PLN atau Indonesia semata, melainkan tantangan global. Sehingga, Darmawan menilai perlunya kolaborasi dan upaya global dalam mencari solusi bersama.

"Jadi, ini bukan masalah lokal, ini yang kita sebut dengan perubahan iklim global. Penyelesaiannya harus berbasis pada kolaborasi, kolaborasi kebijakan, teknologi, inovasi, investasi. Selain itu kolaborasi di segala aspek, baik lokal, regional, hingga internasional juga selalu terbuka," ungkapnya. 

Baca Juga: Pertama di Indonesia, PLN Produksi Green Hydrogen 100 Persen dari EBT Kapasitas 51 Ton Per Tahun

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: