Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Politikus Indonesia Masih Minim Angkat Isu Perubahan Iklim di Medsos, Elite Gerindra: Tidak Bisa Jadi Gambaran Jelas

Politikus Indonesia Masih Minim Angkat Isu Perubahan Iklim di Medsos, Elite Gerindra: Tidak Bisa Jadi Gambaran Jelas Kredit Foto: Gerindra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Ketua Partai Gerindra yang juga Jubir Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengungkapkan media sosial (Medsos) tidak bisa jadi satu-satunya tolok ukur untuk menilai aktif tidaknya politikus dalam bersuara mengenai isu perubahan iklim.

Hal ini merespons temuan riset yang dilakukan Monash Climate Change Communications Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node tentang keaktifan politikus menyuarakan isu perubahan iklim di Medsos.

“Saya mengatakan bahwa Medsos tidak bisa dipakai sebagai gambaran yang jelas karena strategi tiap politisi, partai, dan pihak itu beda sekali, targetnya pun pasti beda,” ujar Saraswati pada Diskusi Publik: Keseriusan dan Kemampuan Capres dan Partai Politik Mengusung Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024 serta peluncuran buku Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024 pada Kamis (19/10/23) di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat.

Baca Juga: MCCCRH Indonesia Node Soroti Tak Nyaringnya Isu Perubahan Iklim Jelang Pemilu, Nyaris Hening!

Menurut Saraswati, Medsos tidak bisa disamaratakan satu dengan lainnya terkait pengguna masing-masing platform. Perbedaan ini, menurutnya, tidak bisa dikesampingkan dalam melakukan riset terkait aktif tidaknya politikus bersuara terkait isu perubahan iklim.

“Ini harus dijelaskan, kalau ambil dari Facebook pasti penggunanya Gen X, baby boomer. Kalau Instagram itu milenial, kalau TikTok Gen Z, jadi tidak bisa cuma dipakai satu sisi,” tambahnya.

Chairman MCCCRH Indonesia Node, Ika Idris mengungkapkan pihaknya mengumpulkan data selama 3,5 tahun sejak 2019 berupa posting-an di page Facebook 157 politikus.

“Dari 157 akun itu cuma 67,5 persen yang mempunyai post terkait dengan climate change,” ujar Ika.

Ika mengungkapkan di ranah eksekutif pihaknya mengambil data dari semua menteri, dari gubernur dan wakil gubernur sebanyak 66, dari 12 ketua partai, dan 48 ketua komisi di DPR.

“Niatnya mau semua, tapi terlalu banyak, jadi kami sempitkan ke ketua komisi dan ketua partai,” jelasnya.

Dari riset yang dilakukan, didapati menteri paling mendominasi dalam mengangkat isu perubahan iklim, meski dalam konteks yang sifatnya acara terjadwal, dalam hal ini G20.

Menurut Ika, menteri terorkestrasi membawa isu perubahan iklim dalam konteks G20. Sayangnya, lanjut Ika, untuk isu perubahan iklim yang berkaitan dengan dampak ke masyarakat secara langsung seperti ketahanan pangan, air bersih, kualitas udara, dan lain-lain masih sangat minim.

“Ini (G20) tinggi banget hampir 349, sedangkan isu berkaitan dengan kesadaran bersama climate change, air bersih dan lain-lain itu cuma 3 persen dari posting-an menteri-menteri,” jelasnya.

Dari tingkat legislatif pun menurut Ika belum menujukan tingginya minat anggota DPR dalam mengangkat isu perubahan iklim.

“Anggota DPR tadinya kami pikir kalau menteri relatif sesuai dengan agenda global, mungkin DPR bisa lebih membaca isu berkaitan langsung berdampak ke masyarakat,” jelasnya.

“Tapi ternyata lagi-lagi tetap G20 dan berkaitan dengan agriculture dan food security, yang berkaitan dengan climate change 0 atau enggak ada,” tambahnya.

Baca Juga: Anies Jadi Gubernur Paling Aktif Angkat Isu Perubahan Iklim di Facebook, Jubir: Semoga Ditiru Kepala Daerah Lain

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: