Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Petani Tembakau Akan Dukung Capres yang Perhatikan Nasib Mereka

Petani Tembakau Akan Dukung Capres yang Perhatikan Nasib Mereka Kredit Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sedikitnya ada enam juta petani dan buruh industri tembakau siap memberikan suara di Pemilu dan Pilpres 2024.

Mereka berharap Pemilu Indonesia di tahun 2024 melahirkan pemimpinn yang peduli nasib dan masa depan mereka.

"Siapa pun yang berani mencabut pasal zat adiktif dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang UU Kesehatan adalah pihak yang peduli nasib warga industri tembakau dan kepadanya suara akan mereka berikan," kata Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji.

Agus menambahkan sesuai keputusan Rapimnas APTI pada 27-28 Juni 2022, organisasinya akan mendukung partai atau calon pemimpin yang pro petani tembakau.

Katanya, tanpa keberpihakan, nasib petani tembakau di Indonesia yang berjumlah enam juta jiwa tersebar di 15 provinsi, akan semakin terpuruk.

"Hanya pemimpin yang mengerti permasalahan tembakau yang dapat melindungi dan memperjuangkan petani dalam regulasi dan kebijakannya," kata Agus.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai bahwa di era Jokowi memang tidak ada aturan yang cenderung berpihak kepada petani tembakau.

Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan UU Kesehatan terkait Pengamanan Zat Adiktif, yang masih dibahas, kata Trubus, jelas sekali banyak pasal yang arahnya 'membinasakan' petani tembakau.

Dalam draf RPP UU Kesehatan terutama pada bagian pengaturan produk tembakau, isinya banyak larangan. Intinya, beleid ini seolah ingin mematikan industri hasil tembakau (IHT).

Sebut saja pasal mengenai pelarangan iklan dan promosi produk tembakau. Atau, pasal yang mengharuskan setiap bungkus rokok berisi minimal 20 batang.

"Kalau iklan dianggap tidak mendidik masyarakat untuk hidup sehat, tinggal dibuat aturan main saja yang berimbang. Bukan dengan melarang iklan atau promosi," papar Trubus.

Sedangkan syarat setiap bungkus rokok berisi minimal 20 batang, tentunya berdampak kepada naiknya biaya operasional. Kalau itu terjadi, maka buruh IHT serta petani tembakau bakalan kena dampaknya juga.

Karena itu, sejak awal, petani tembakau serta para serikat dan organisasi pekerja IHT terus melakukan protes dan penolakan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: