Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Isu TikTok Cs Belum Selesai, China Masih Berpotensi Caplok Pasar Lokal

Isu TikTok Cs Belum Selesai, China Masih Berpotensi Caplok Pasar Lokal Staf Khusus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Tb. Fiki C. Satari | Kredit Foto: Forum Sinologi Indonesia

Dalam keterangannya, Johanes juga merujuk pada kekhawatiran di luar hal-hal yang terkait erat dengan dunia bisnis. Menurutnya, beberapa pemerhati juga mengkhawatirkan hal-hal lain yang juga berpotensi membawa risiko bagi Indonesia, seperti penguasaan big data yang terkait data demografi di Indonesia, yang tentu berada di tangan pengelola aplikasi tersebut.

TikTok dan Softpower China

Baca Juga: Spanduk dukung Tasya Revina di Medan, Dewan Perwakilan Netizen Tiktok Nyaleg?

Sementara itu, sebagai pemerhati China, Johanes mengkhawatirkan kemungkinan TikTok dipergunakan untuk menyebarluaskan cerita-cerita yang sejalan dengan yang diinginkan pemerintah China untuk disampaikan kepada masyarakat di luar China, termasuk Indonesia. 

“Tanda-tanda seperti itu telah terlihat dari berbagai video yang sering kali melakukan glorifikasi terhadap RRC dan perkembangan di negeri itu yang disebarluaskan melalui aplikasi media sosial TikTok, meski tentu saja video-video semacam itu tidak hanya beredar di TikTok, tetapi juga marak pada berbagai platform media sosial lain yang memungkinkan penggunanya berbagi konten video,” tukas Johanes.

Oleh karena itu, ia menyampaikan apresiasinya bila pemerintah tidak hanya memandang kasus TikTok sebatas masalah perizinan, seperti yang belakangan ini didengungkan. Menurutnya, masalah perizinan tentu akan dengan mudah diselesaikan dengan permohonan izin sesegera mungkin. 

“Namun sebelum memberikan izin, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan kepentingan UMKM dalam bidang bisnis, yang kemungkinan akan terganggu dengan beroperasi kembalinya kegiatan jual beli melalui aplikasi TikTok, bila mereka telah menyelesaikan perizinan,” tuturnya. 

Selain itu, menurutnya, pemerintah juga menghadapi tantangan untuk memperoleh solusi yang tuntas terhadap keresahan-keresahan terkait isu predatory pricing, Project S, dan shadow banning yang berkeliaran di dunia maya, serta memikirkan bagaimana mencegah agar data-data terkait masyarakat Indonesia tidak jatuh ke tangan pihak asing. 

“Dan akhirnya, pemerintah dan masyarakat sipil terkait perlu memberikan edukasi kepada masyarakat, agar mereka mengetahui dan menyadari bahwa video-video yang beredar di aplikasi media sosial TikTok pun sebenarnya sangat mungkin mengandung ideologi yang diunggah oleh pihak China, yang ditujukan untuk membuat masyarakat Indonesia mengglorifikasi perkembangan yang terjadi di negara itu,” pungkasnya.

TikTok Shop Hadirkan Peluang dan Ancaman

Di sisi lain, Pakar Komunikasi dari Universitas Pancasila Diana Anggraeni menilai bahwa kehadiran TikTok Shop sebenarnya menghadirkan peluang dan ancaman sekaligus.

Pada satu sisi, TikTok Shop menghasilkan peningkatan visibilitas dan pemasaran pelaku usaha, memungkinkan terciptanya kolaborasi antara platform dan kreator konten, membuka kemungkinan bagi diversifikasi saluran penjualan, meningkatkan kemungkinan bagi pemanfaatan fitur-fitur kreatif, meningkatkan kesadaran merek, dan membuka peluang untuk inovasi dan kreativitas.

Namun Diana juga mengakui adanya permasalahan yang perlu disoroti dalam kaitan dengan praktik jual beli melalui TikTok Shop. Salah satunya adalah terkait belum adanya aturan pemerintah mengenai perdagangan menggunakan platform media sosial.

“Peraturan Menteri Perdagangan No. 50 Tahun 2020 hanya mengatur perdagangan online secara umum, belum mengatur perdagangan dengan platform media sosial,” tutur Diana. 

Selain itu, Diana juga menyayangkan dominasi produk impor dalam perdagangan melalui platform media sosial di atas.

“90-95 persen produk yang dijual adalah produk impor,” papar Diana. 

Senada dengan Johanes, Diana juga merujuk pada keresahan masyarakat terhadap kecurigaan adanya predatory pricing yang dilakukan oleh platform TikTok. Menurutnya, hal ini, bila benar terjadi, akan memunculkan persaingan yang tidak kompetitif. 

Baca Juga: TikTok hingga OnlyFans, Koalisi Digital Mulai Perangi Konten Pelecehan Anak Buatan AI!

Selain isu tersebut, Diana juga mempertanyakan mengenai keamanan dan perlindungan data konsumen, peraturan pajak dan regulasi iklan yang masih perlu dibenahi, serta kesiapan sumber daya manusia menghadapi era perdagangan melalui platform media sosial seperti TikTok Shop ini.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: