Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pak Luhut Diminta Bersikap soal Amanat Reformasi

Pak Luhut Diminta Bersikap soal Amanat Reformasi Kredit Foto: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyampaikan bahwa politik itu harus mengedepankan sopan santun dan etika ketika menanggapi pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan. Pernyataan Puan tersebut diamini oleh pakar komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga.

Menurut Jamiludin, politik Indonesia ditunjukkan dengan perilaku menyimpang yang dilakukan pejabat publik. Bahkan ada yang sudah jelas melakukan pelanggaran hukum atau etika.

"Kasus penetapan batas usia capres-cawapres oleh MK (Mahkamah Konstitusi) misalnya, sudah diputuskan oleh MKMK. Dalam keputusan itu disebutkan Ketua MK melakukan pelanggaran etika berat," tegas Jamiludin di Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Sebelumnya, Luhut memberikan pernyataan terkait dengan perkembangan politik di tanah air. Ia menyebut jangan mudah untuk menilai seseorang ingusan hingga pengkhianat. 

Merespons itu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyampaikan politik harus mengedepankan sopan santun dan etika.

"Ya, itu Pak Luhut punya pendapat. Saya tidak akan mengomentari pendapatnya Pak Luhut, tapi yang pasti saya selalu mengedepankan politik itu harus dengan santun dan beretika," jelas Puan.

Jamiluddin menilai wajar bila publik mempersoalkan keputusan MK. Karena keputusan itu dinilai menguntungkan Gibran yang sebelumnya susah digadang-gadang sebagai cawapres. 

Kekhawatiran publik itu wajar karena dapat berdampak pada pelaksanaan Pilpres 2024. Publik khawatir Pilpres tidak berjalan sebagaimana mestinya, terutama netralitas penyelenggara Pemilu.

"Jadi, dalam konteks tersebut, tentu sangat beralasan bila publik menilai keputusan MK berpihak kepada Gibran, putra Jokowi. Justifikasi seperti ini tentu sangat logis, karena penilaian publik didasarkan pada putusan MKMK," ungkapnya.

Jamiluddin justru menilai pendapat publik yang didasarkan pada fakta patut menjadi kontrol sosial atas perilaku penguasa.

"Pendapat seperti ini justru dibutuhkan untuk menegakkan kontrol sosial dari rakyat kepada pemerintahnya agar tidak semena-mena dalam memimpin negara tercinta," tegasnya.

Tidak Menjaga Reformasi

Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, arah dukungan Luhut sangat terang-benderang. 

“Iya, nggak perlu ada analisa yang rumit melihat statement pak Luhut, hidupnya dia bersama Jokowi sehingga yang dia ucapkan, utarakan pasti ada kaitan dengan Jokowi. Kalau Jokowi sekarang membela Prabowo-Gibran, ya dia bicara tentang Prabowo-Gibran,” kata pria yang akrab disapa Hensat ini. 

Dukungan Luhut kepada Presiden Jokowi adalah mutlak, lanjut Hendri, meski sahabatnya itu membangun dinasti politik dan oligarki, terlibat dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan pelanggaran konstitusi.  

“Kemudian apakah peduli dengan dinasti politik, dan lain-lain? Kan kepentingan Luhut tidak di situ. Itu kepentingan orang-orang yang menjaga amanah reformasi. Pak Luhut jaga reformasi atau tidak? Itu yang dipertanyakan masyarakat,“ kritik Hensat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: