Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPU Digugat Gegara Tetapkan Prabowo-Gibran, Pengamat: Situasi Serba Salah...

KPU Digugat Gegara Tetapkan Prabowo-Gibran, Pengamat: Situasi Serba Salah... KPU | Kredit Foto: Antara/Antara Foto/Maulana Surya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas menilai buka suara terkait dengan pelaporan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lembaga tersebut baru-baru ini mendapati dirinya dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewa Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait dengan putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurutnya, KPU dihadapkan pada situasi yang serba salah. Menurutnya, putusan MK itu  juga harus membuat KPU melakukan perubahan terhadap PKPU Nomor 19 Tahun 2023.

Baca Juga: Gibran bin Jokowi Tak Nongol di Dialog Publik Muhammadiyah, Prabowo Sampaikan Permohonan Maaf

"Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini diperhadapkan pada situasi yang serba salah pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Fernando kepada wartawan, Jumat (24/11).

Dia mengatakan, putusan tersebut dibacakan oleh MK pada saat anggota DPR RI sedang masa reses. Sedangkan, putusan MK membuat suatu perubahan atas persyaratan calon presiden dan wakil presiden.

"Sehingga KPU juga harus melakukan perubahan terhadap PKPU Nomor 19 Tahun 2023," ucapnya.

Padahal, untuk melakukan perubahan PKPU, KPU harus melakukan konsultasi dengan Komisi II DPR RI dan semua pihak terkait untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dan menyetujui perubahan PKPU pada tanggal 31 Oktober 2023. Tetapi, kata Fernando, batas akhir pendaftaran pasangan capres dan cawapres adalah tanggal 25 Oktober 2023.  Sehingga wajar jika KPU mengubah PKPU yang menyesuaikan keputusan MK.

"Sehingga sangat wajar kalau pada akhirnya KPU mengalami beberapa gugatan terkait dengan diterima dan diloloskannya pasangan Prabowo - Gibran," ungkapnya.

Baca Juga: Luhut Ngomong ke Prabowo: 'Wo, Membangun Negeri ini Tidak Cukup Hanya 5 tahun Saja'

Lebih lanjut, ia berpesan, Bawaslu sebaiknya menindaklanjuti laporan dari masyarakat sipil atas nama Amunisi Peduli Demokrasi secara bijak dan mengedepankan prinsip keadilan.

"Demi terwujud pemilu yang jujur dan adil bagi semua serta berdasarkan hukum yang berlaku," pungkasnya.

Sebelumnya,  3 aktivis pro demokrasi yakni Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi dan Azwar Furgudyama bersama dengan kuasa hukumnya dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia 2.0, Patra M Zen mengadukan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta Pusat, Kamis (16/11).

Baca Juga: Elektabilitas Prabowo-Gibran Meroket, Disebut Berpotensi Menang Satu Putaran

Mereka menuding KPU telah melakukan pelanggaran kode etik terkait penerimaan berkas dan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024.

"Kami ke DKPP itu untuk mengajukan pengaduan atau laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU. Terkait penerimaan berkas dan penetapan saudara Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dalam Pemilu tahun 2024," ujar Advokat TPDI 2.0, Patra M Zen di kantor DKPP.

Sementara, Masyarakat sipil atas nama Amunisi Peduli Demokrasi melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan MK 90) yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

Amunisi Peduli Demokrasi menilai KPU mendukung putusan MK yang tidak mencerminkan nilai demokrasi melalui penerbitan Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2023.

"Kami meminta kepada Bawaslu untuk bersikap responsif dan menindaklanjuti terhadap segala bentuk kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam tahapan pembentukan regulasi oleh KPU RK, khususnya dalam pembentukan PKPU 23/2023 yang mengandung cacat hukum serius," kata Ketua Tim Advokasi Amunisi Peduli Demokrasi Kurnia Saleh di Kantor Bawaslu, Jakarta.

Baca Juga: Isu Kepala Desa Condong Prabowo-Gibran, NasDem: Kita Lihat...

PKPU Nomor 23 Tahun 2023 dinilai menjadi potret penegasan posisi KPU, dan aturan tersebut dianggap cacat formal dan substansial.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: