Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fatwa MUI Dinilai Momentum Baik Kebangkitan Produk-Produk Nasional

Fatwa MUI Dinilai Momentum Baik Kebangkitan Produk-Produk Nasional Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Boikot produk pro-Israel di Indonesia mulai terasa dampaknya. Sejumlah pengusaha ritel resah dan mengadukan kekuatiran mereka kepada ulama dan pemerintah.

Keluarnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 83/2023 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina tak pelak membuat para pengusaha was-was.

Di luar negeri, sejumlah gerai milik perusahaan multinasional yang dianggap pro-Israel sudah menuai imbasnya.

Gerai kopi Starbucks dan toko ritel H&M di Maroko dinyatakan bangkrut dan bakal tutup pada akhir 2023. Restoran waralaba siap saji McDonald’s di hampir seluruh negara Timur Tengah mendadak sepi pengunjung.

Saham-saham induk perusahaan pro-Israel di bursa saham WallStreet, Amerika Serikat (AS)  juga goyang. Bagaimana dengan di Indonesia? 

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI dan Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah mengatakan boikot ini harus dijaga karena momentum boikot Israel jadi kesempatan baik agar produk lokal bangkit.

"Nyala api boikot terhadap produk-produk perusahaan yang terkait dengan negara zionis Israel harus tetap dijaga. Pada saat bersamaan, kita juga harus bisa memanfaatkan momentum ini untuk  mendorong produk-produk seratus persen milik perusahaan Indonesia agar bangkit dan berjaya.” 

Ikhsan mengatakan, saat ini sudah bisa dilihat sejauhmana Fatwa MUI ditaati oleh masyarakat.

"Dengan adanya boikot, pertama kita mendapatkan input bahwa masyarakat menaati fatwa MUI. Kita bisa melihat, mereka meninggalkan produk-produk global yang dicurigai mendukung Israel dan beralih ke produk-produk yang dibuat oleh perusahaan Indonesia sepenuhnya,” kata Ikhsan Abdullah.

"Kalau mereka meninggalkan produk merek tertentu, sekarang mereka sudah beralih ke merek yang sepenuhnya buatan industri milik Indonesia yang setara kualitasnya,” katanya.

Menurut Ikhsan, perusahaan asli Indonesia tentu bisa memanfaatkan momentum ini dengan bertindak sigap mengantisipasi pergeseran pilihan konsumen. 

Sejauh ini bisa dilihat, kata dia, bahwa masyarakat yang sudah beralih ke produk buatan perusahaan Indonesia sepenuhnya ternyata bisa beradaptasi.

"Buktinya bagi mereka yang sudah pindah ke produk lain, misalnya produk air minum dan makanan, sejak boikot berlaku, semuanya berjalan baik-baik saja,” katanya.

Meski demikian, Ikhsan menegaskan bahwa Fatwa MUI sikapnya hanya menganjurkan, karena MUI tidak akan mungkin memunculkan daftar nama-nama produk terkait Israel yang perlu dijauhi masyarakat Indonesia.

"Setidaknya kita harus punya informasi, bahwa manfaat samping yang didapat dari boikot ternyata ada kenaikan produk-produk perusahaan nasional. Misalnya kosmetik, makanan dan minuman, yang digunakan sehari-hari. Kan bisa dilihat, produk nasional apa saja yang meningkat sebagai dampak boikot," katanya. 

"Kita bisa memberi masukan dampak dari boikot kepada pemerintah, selain positif untuk mendongkrak produk, juga memberi informasi produk nasional yang terangkat, itu kan artinya perlu ada kebijakan pemerintah yang harus afirmatif terhadap produk nasional,” kata Ikhsan Abdullah menambahkan.

Sementara itu, Sekjen Gerakan Kebangkitan Produk Nasional (Gerbang Pronas) Ahmad Syakirin setuju dengan sikap MUI karena sikap bergantung dengan produk luar harus diatasi.

"Motif kita bukan hanya sekedar solidaritas untuk Palestina. Motivasi kita untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk luar negeri yang terafiliasi dengan Israel. Ini harus jadi momentum besar untuk mendorong kebangkitan produk nasional," katanya.

Ahmad Syakirin menyatakan optimistis bahwa banyak produk nasional yang berkualitas lebih baik dan mampu menggantikan berbagai produk yang ada hubungannya dengan Israel.

Menurut Ahmad Syakirin, inisiatif Gerakan Kebangkitan Produk Nasional akan menjadi bola salju yang membesar dan berpotensi menggoyahkan konsumsi produk terkait Israel di Indonesia.

Karena itu, kata dia, semangat dan inisiatif yang ada saat ini harus diarahkan untuk mendorong hadirnya produk-produk nasional yang bisa mendunia.

"Supaya konstruktif dan produktif, inisiatif dan semangat ini harus digunakan untuk mendukung produk nasional,” katanya menambahkah.

"Ini juga menjadi langkah awal bagi umat Islam untuk mendorong kedaulatan produk nasional atas produk asing.”

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: