Media massa terkemuka Amerika Serikat The New York Times mengemukakan kekhawatirannya jika pasangan Prabowo-Gibran memenangi kontestasi pilpres 2024 di Indonesia. Dalam terbitan edisi Minggu 21 Januari 2024, New York Times menuangkannya dalam tulisan berjudul Why This Presidential Front-Runner Is Stirring Fears of the ‘Death of Democracy’ (Mengapa Calon Presiden Ini Menimbulkan Ketakutan akan 'Matinya Demokrasi).
New York Times mengulas, kemenangan Prabowo akan menghidupkan kembali masa lalu yang kelam.
“Prabowo memerintahkan penculikan aktivis pro-demokrasi. Dia dituduh melakukan kekejaman selama pendudukan militer di Timor Timur. Dia mengatakan pemilu bertentangan dengan budaya negaranya,” tulis New York Times.
“Yang akan terjadi adalah matinya demokrasi. Kami sudah lama menentang Prabowo. Dengan kekuatan kami yang terbatas, kami masih bisa mencegahnya untuk maju. Tapi sekarang dia telah mendapatkan dukungan ini,” ujar Hendardi, direktur Setara Institute, seperti dikutip dari New York Times.
Bagi banyak orang Indonesia, ulas New York Times, Prabowo adalah simbol 32 tahun pemerintahan Suharto. “Setelah Suharto digulingkan pada tahun 1998, ia diberhentikan dari militer Indonesia setelah angkatan bersenjata mengetahui bahwa ia terlibat dalam penculikan dan penyiksaan terhadap aktivis pro-demokrasi. Lebih dari selusin orang masih hilang dan diduga telah tewas,” papar New York Times.
Rekam jejak Prabowo dalam hak azasi manusia, tulis New York Times, juga mencakup tuduhan bahwa pasukan khusus Kopassus yang dipimpin Prabowo telah membantai ratusan orang di Timor Timur, sehingga membuat Amerika Serikat melarang Prabowo memasuki negaranya selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Peneliti Soroti Gibran bin Jokowi: Tidak Semua Masalah Jawabannya Hilirisasi!
Pengamat media dan politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Serpong Ambang Priyonggo mengemukakan selama ini Prabowo memang berusaha untuk mentransformasi personanya dari sosok militer tegas dan dibayangi oleh kekuasaan Soeharto menjadi sosok yang gemoy.
“Strategi ini sepertinya berhasil untuk memikat kalangan Gen Z terutama. Ini karena mereka relatif lebih ahistoris atas dugaan pelanggaran HAM semasa rezim Soeharto berkuasa hingga kejatuhannya. Namun dari performa saat dan pasca dua kali debat, jati diri Prabowo yang gemoy ini seakan runtuh dengan sikapnya yang emosional, tidak sabaran dalam merespons pernyataan-pernyataan capres lain. Ini tentu memberikan impresi kepada publik tentang gaya kepemimpinan yang cenderung otoriter,” ujar Ambang, Kamis (24/1).
Ambang menambahkan, fakta bahwa ia juga melaju dalam kontestasi pilpres dengan mengusung Gibran dan didukung rezim status quo yang condong mempraktikkan mobilisasi birokrasi dan aparat keamanan untuk mempersulit langkah-langkah capres lain.
“Hal ini menimbulkan nuansa psikologi sosial dan politik yang makin meneguhkan kekhawatiran akan munculnya kekuasaan seperti era Orba jika dia memenangkan pilpres ini,” ungkap Ambang.
Sementara itu, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani membantah hanya menjual gimick Prabowo Subianto sebagai "Presiden Gemoy".
"Kan harus diingat, 'gemoy' ini yang sekarang menjadi perhatian dan menarik perhatian para anak muda itu tumbuh secara organik loh bukan kami yang bikin ide 'gemoy'," kata Rosan pada Minggu (26/11/23) dikutip dari ANTARA.
Menurut dia, kesan "presiden gemoy" hanya menjadi alat untuk menarik perhatian para pemilih muda yang memang menjadi target utama TKN.
Ketika perhatian pemilih mudah sudah didapatkan, maka pihaknya akan dengan mudah menawarkan program kerja Prabowo - Gibran kepada kaula muda.
"Untuk mengetahui lebih banyak program Pak Prabowo dan Mas Gibran yang sudah tertuang di Asta Cita itu, nah tentunya anak-anak muda harus kita tarik atensinya," tambahnya.
Terkait tudingan pelanggaran HAM, Prabowo sempat menyinggungnya dalam debat Capres pertama Selasa (13/12/23) di mana kandidat lainnya yakni Ganjar Pranowo menanyakan hal tersebut.
"Saya merasa saya yang sangat keras membela HAM. Nyatanya orang-orang yang dulu ditahan, tapol-tapol yang katanya saya culik, sekarang ada di pihak saya dan membela saya, saudara-saudara sekalian. Jadi masalah HAM jangan dipolitisasi Mas Ganjar ya," imbuh Prabowo.
"Lho, kok dibilang saya tidak tegas? Saya tegas akan menegakkan HAM. Masalah yang Bapak tanyakan agak tendensius. Kenapa yang 13 orang hilang pada saat itu ditanya kepada saya? Itu tendensius, Pak Ganjar, itu tendensius. Dan wakil Bapak yang mengurus ini selama ini. Jadi kalau memang keputusannya mengadakan pengadilan HAM ya kita adakan pengadilan HAM, nggak ada masalah," kata Prabowo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait:
Advertisement