Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hak Angket Bukan untuk Batalkan Hasil Pilpres 2024, Tapi...

Hak Angket Bukan untuk Batalkan Hasil Pilpres 2024, Tapi... Kredit Foto: Andi Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo mengungkapkan Hak Angket DPR RI terhadap penyelenggaraan pemilu 2024 bukan untuk membatalkan hasil pemilihan yang sudah berjalan.

Hal ini ia sampaikan di diskusi media GIAD (Gerakan Indonesia Adil dan Demokratis) "Angket Pemilu: Rilis 30 Nama Anggota DPR Didorong Ajukan Hak Angket" pada Selasa (27/2/24).

“Angket tidak bertujuan untuk mengubah hasil pemilu tapi kita ingin lihat bagaimana proses tahapan pemilu yang berlangsung,” ungkapnya.

Menurut Ari, Angket digunakan untuk mengetahui bagaimana proses tahapan pemilu berlangsung dan menjawab dugaan-dugaan kecurangan yang ada termasuk dugaan campur tangannya penguasa.

Momen hak angket ini menurut Ari bisa membuka lebar dan menjelaskan seterang mungkin anggapan dan dugaan yang selama ini berseliweran di masyarakat terhadap dugaan kecurangan

Ari mengungkapkan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan situasi sekarang dengan pelanggaran etik yang dilakukan salah satu hakimnya tidak bakal bisa menjawab hal-hal yang ingin dikuak tadi.

“Bagaimana niat pemilu sebagai estafet kekuasaan atau memang ada sebuah motif berkuasa memperpanjang kekuasaan, motif ini yang perlu kita telisik sehingga tidak cukup proses MK, apalagi MK sedang ‘sakit’. Semesta masalah yang jauh lebih besar dari itu dan itu memang bisa dibuka secara terang benderang dengan proses politik di DPR lewat hak angket,” jelasnya.

Baca Juga: Hak Angket Diperlukan? Pengamat Sebut Ada Persoalan Serius di Pemilu 2024

Gap suara yang jauh antara 02 dan 01 menurutnya membuat penyelesaian sengketa hasil pemilu tak menguak banyak hal di Pemilu 2024 karena bakal berkutat pada hal administratif.

“Kalau ranah pileg bisa diproses tapi kalau ranah pilpres dengan internal yang jauh saya rasa cukup lebar sehingga untuk sengketa hasil di MK rasanya tidak mungkin, tapi dengan semua dugaan kecurangan yang ada kami mengusulkan sangat penting menggunakan hak angket,” jelasnya.

Pelanggaran etik yang telah terbukti dilakukan oleh petinggi MK dan KPU menurut Ari menunjukkan bahwa ada hal yang jauh lebih besar sekadar hal administratif belaka.

Karenanya penyelesaian lewat jalur politik yakni hak angket DPR RI diperlukan untuk menjawab persoalan yang jadi pembicaraan di masyarakat khususnya soal dugaan kecurangan.

“Jadi ketika ada pelanggaran etik di MK dan KPU dalam semua itu sebenarnya mengatakan bukan hanya pelanggaran tapi saya mengatakan ada kejahatan pemilu di sana. Ketika ada kejahatan pemilu yang kemudian saya rasa tidak cukup diselesaikan pada proses administratif dan mungkin dikecilkan pada proses sengketa hasil makanya penting sebuah kejahatan politik tentu harus diproses melalui ranah politik. Makanya hak angket yang kemudian jadi ranah politik jadi hal yang sangat dibutuhkan dan penting untuk didorong terus,” jelasnya.

Sementara itu, Dosen Universitas Bung Karno, Faisal Chaniago mengatakan, hak angket berfungsi untuk mengawasi kinerja eksekutif dan lembaga terkait. Sehingga tidak tepat jika dijadikan upaya untuk menggagalkan Pemilu.

“Hak angket berfungsi untuk mengawasi eksekutif dan lembaga terkait lain. Tidak bisa menggagalkan hasil pemilu. Ranah hukum kecurangan pemilu ada di Bawaslu dan MK,” katanya di Jakarta, Jumat (23/2).

Dia menjelaskan, apabila laporan sudah diterima Bawaslu, maka akan dilakukan penyelidikan. Bilamana ditemukan kecurangan, maka nantinya Bawaslu yang akan menentukan. Mulai dari Pemungutan Suara Ulang hingga Pemungutan Suara Lanjutan. “Soal keputusan kemenangan ada pada MK. MK yang punya domain soal ini,” tegasnya.

Baca Juga: Pendukungnya Bikin Gerakan Kemanusiaan, Anies: Mudah-mudahan Terus Berlanjut

Mengenai wacana hak angket, Faisal menerangkan, merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak yang tidak bisa menerima kekalahan. Padahal saat ini masyarakat masih menunggu keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait perhitungan suara.

“Mereka tidak siap terima atas kekalahan. Mereka belum siap dalam berdemokrasi. Menang kalah dalam pemilu itu wajar. Kalau masyarakat siap. Yang tidak siap itu elit politik. Masyarakat akhirnya bisa bosan melihat tingkah laku elit yang tidak profesional,” tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: