Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masyarakat Disebut Akan Terdampak Imbas PPN Naik Jadi 12%

Masyarakat Disebut Akan Terdampak Imbas PPN Naik Jadi 12% Kredit Foto: Kemenko Perekonomian
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam menyoroti Persoalan mengenai perubahan ketentuan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025.

Ecky menyebut perubahan ketentuan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025 kontraproduktif dengan kondisi daya beli masyarakat saat ini.

Sumber PPN terbesar berasal PPN dalam negeri, berupa konsumsi masyarakat dan PPN impor, yang merupakan konsumsi bahan modal dan bahan baku bagi industri. Artinya, kenaikkan tarif PPN selain akan lebih melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga berpotensi meningkatkan tekanan bagi perekonomian nasional.

“Dengan tarif PPN yang belum lama dinaikkan jadi 11 persen saja, daya beli masyarakat langsung anjlok, bagaimana jadinya jika tarif PPN dinaikkan kembali? Otomatis masyarakat akan menjadi korban” ungkap Ecky dikutip dari laman fraksi.pks.id.

Baca Juga: PKS Ucap Syukur Kuasai Kursi Parlemen Jakarta di Pemilu 2024

Salah satu poin dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen yang diberlakukan mulai 1 April 2022, dan 12 persen berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025.

Setelah PPN dinaikkan tersebut, menurut Ecky akan langsung berdampak pada daya beli masyarakat yang makin menurun.

Pada 2022, imbuhnya, menurunnya daya beli masyarakat terlihat dari porsi konsumsi rumah tangga yang sebagian besar digunakan untuk barang habis pakai, artinya pendapatan yang diperoleh hampir seluruhnya untuk beli makanan dan perlengkapan rumah tangga. Kemudian pada 2023, tren penurunan daya beli masyarakat masih berlanjut.

“Fenomena ‘mantab’ (makan tabungan) masyarakat menengah pada 2023 menjadi isu yang hangat” lanjut Ecky.

Adanya hal tersebut sesuai dengan hasil survei konsumen yang dilakukan BI, di mana rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp 5 juta sebagian besar mengalami penurunan. Penurunan paling dalam dicatatkan oleh kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta – Rp 3 juta, diikuti kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta – Rp 5 juta.

Tarif baru PPN justru malah akan mendorong inflasi tinggi yang mengindikasikan harga-harga barang/jasa semakin mahal. Pada kelanjutannya akan membuat daya beli masyarakat makin terpuruk.

Baca Juga: Anies Baswedan: Apa pun Hasilnya Saya Akan Terus Berjuang di Jalur Perubahan!

“Para pelaku industri dari golongan ekonomi atas akan dengan mudah menaikan harga barangnya ketika tarif PPN bahan baku industrinya meningkat, pada akhirnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah sebagai konsumen yang akan menanggung secara langsung kenaikan tarif PPN,” tutup Ecky.

Untuk diketahui, Wacana kenaikan PPN menjadi 12 persen sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, ketentuan yang mengatur, kenaikkan PPN menjadi 12 persen selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025 tetap berlaku.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: