Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Urusan Impor Beras Dibahas di Sidang MK, PKS: Jadi Alat Politik oleh Kekuasaan

Urusan Impor Beras Dibahas di Sidang MK, PKS: Jadi Alat Politik oleh Kekuasaan Kredit Foto: Antara/Donny Aditra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pembahasan soal impor beras di sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) jadi sorotan Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Johan Rosihan.

Sebagaimana diketahui, Ekonom Faisal Basri dihadirkan Tim Hukum Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar sebagai ahli dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 mengutarakan bahwa ada kemungkinan kebijakan impor beras 3 juta ton digunakan untuk kepentingan politik 2024.

Mengenai hal ini, menurut Johan, selama ini DPR selalu menentang kebijakan impor beras namun pemerintah selalu ‘ngotot’ untuk impor dan apa yang terjadi pada tahun 2024 memang patut diduga telah terjadi penyalahgunaan wewenang atas pangan demi kepentingan elektoral 2024.

“Pemerintah selalu berdalih bahwa elnino menjadi penyebab krisis pangan padahal ini hanya alibi untuk menutupi kelemahan pemerintah dalam produksi beras dan alasan untuk memuluskan impor beras, jadi urusan beras yang seharusnya menjadi urusan prioritas malah dijadikan alat politik oleh kekuasaan untuk kepentingan electoral”, ucap Johan dilansir dari laman fraksi.pks.id.

Adanya kejadian dugaan penyalahgunaan wewenang pemerintah atas pangan demi kepentingan politik ini maka Johan mengusulkan ke depan perlu penguatan norma jaminan perlindungan hak atas pangan sebagai materi muatan konstitusi.

“Harus ada sanksi yang tegas atas berbagai praktik penyalahgunaan wewenang pemerintah atas ber berbagai kebijakan pangan, termasuk bansos pangan, ujar Johan.

Bagi Johan, MK perlu memberikan kepastian hukum bagi setiap warga Negara agar haknya di bidang pangan lebih terjamin, dan bukan seperti yang terjadi selama ini bahwa seolah-olah rakyat harus berterimakasih kepada pemerintah dengan cara mengikuti pilihan politik tertentu, hal ini mengurangi daya nalar masyarakat untuk memilih sesuai dengan pilihannya padahal di sisi lain pemerintah sesungguhnya telah banyak melakukan kebijakan yang telah menciderai kedaulatan pangan nasional.

Johan mencontohkan, anggaran bansos ketika masuk 2024 terus ditingkatkan namun malah anggaran pertanian terus dikurangi setiap tahun, dan ketika harga pangan melambung tinggi pemerintah tidak berdaya.

Legislator Senayan ini menandaskan bahwa ketika pemerintah melakukan kesalahan fatal atas urusan pangan ini maka sesungguhnya telah menyalahi konstitusi, sebab menurutnya walaupun dalam batang tubuh UUD 1945 belum ada jaminan eksplisit mengenai hak atas pangan, namun secara implisit, jaminan hak atas pangan terdapat dalam pasal 28C ayat (1)dan pasal 281 ayat (4) dari UUD 1945.

“Saya menekankan bahwa urusan pangan merupakan tanggung jawab konstitusional pemerintah yang harus dijalankan sesuai konstitusi dan bukan untuk kepentingan politik electoral” demikian tutup Johan Rosihan.

Baca Juga: Ternyata Oh Ternyata! Begini Penjelasan Ahli Soal Bansos Tingkatkan Suara Calon yang Didukung Penguasa

Sebelumnya, Faisal Basri melihat adanya kejanggalan tambahan Bantuan El Nino yang diberikan menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024. Ia mengatakan, El Nino sudah mereda pada Desember 2023, namun bantuan terkait gangguan iklim tersebut masih diperpanjang hingga Januari 2024.

"El Nino sudah mereda, tapi kenapa bantuan dilanjutkan? Ada kejanggalan," ungkap Faisal dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, dikutip dari laman ANTARA.

Menurutnya, tidak ada urgensi pemberian Bantuan El Nino pada tahun lalu lantaran cuaca ekstrem pada 2023 tidak lebih tinggi dari 2019-2021 serta produksi beras 2023 hanya turun 645 ribu ton.

Dia menyebutkan pada 2023, hanya terdapat 1.261 kejadian bencana alam terkait produksi padi akibat cuaca ekstrem. Sementara pada 2019 terdapat 1.387 kejadian, 2020 sebanyak 1.386 kejadian, 2021 sebanyak 1.577 kejadian.

"Jadi ini hanya kepentingan untuk memenangkan pasangan calon tertentu saja," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: