Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Diingatkan, Industri Baja Nasional Sedang Sulit

Pemerintah Diingatkan, Industri Baja Nasional Sedang Sulit PT Krakatau Steel (Persero) melalui anak usahanya, PT KHI Pipe Industries (KHI) melakukan pengiriman perdana pipa proyek Pengembangan Dermaga Pelabuhan Tanjung Jetty Emas pada Senin (2/7/2019) lalu. | Kredit Foto: Krakatau Steel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kondisi baja nasional saat ini sedang sulit. Untuk itu Pemerintah diharapkan mampu mengangkat industri nasional, termasuk baja, dari keterpurukan tersebut. Demikian disampaikan peneliti ekonomi Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Lay Monica.

“Kondisi baja nasional sedang sulit. Permasalahannya sangat kompleks. Dan menurut saya, ini pekerjaan rumah yang harus diperhatikan Pemerintah,” kata Monica kepada media hari ini.

Selain turunnya harga komoditas baja dalam setahun terakhir, persoalan lain yang dihadapi industri baja saat ini adalah terkait membanjirnya impor baja yang tidak sesuai standar, terutama dari Cina. Selain itu, juga karena masih maraknya penggunaan teknologi yang berakibat pada tingginya emisi, contohnya induction furnace.

Terkait impor baja yang tidak sesuai standar, misalnya, Monica sependapat bahwa larangan dan pembatasan (lartas) impor melalui Permendag 36/2023 jo. 3/2024 perlu segera diimplementasikan. Termasuk realisasi Permenperin I/2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang berlaku pada tanggal 3 Januari 2024. Hanya saja, imbuh Monica, implementasi tentu harus dilakukan dengan bijak dan hati-hati, agar berdampak positif pada semua sektor. “Larangan terbatas pada baja harus diberlakukan, tapi dengan hati-hati dan selektif,” kata Monica. 
Baca Juga: Industri Baja Ringan Desak Pemerintah Turun Gelorakan Produk Lokal

Sementara terkait penggunaan teknologi yang berdampak pada tingginya emisi, menurut Monica juga harus dibenahi. Memang, lanjut Monica soal teknologi ramah lingkungan cukup dilematis. Di satu sisi karena terkait investasi yang sangat mahal, tetapi di sisi lain juga menjadi tantangan dekarbonisasi yang juga harus dihadapi. “Ini adalah tantangan besar dan harus mulai dilakukan bertahap, karena krisis iklim itu nyata,” kata dia.

Karena itulah, jelas Monica, diharapkan peran berbagai pihak, termasuk Pemerintah untuk mempermudah transfer teknologi. “Antara lain melalui regulasi, pemberian insentif, kerjasama untuk transfer teknologi, dan meng-create market untuk green steel,” pungkas Monica. 
Baca Juga: Triwulan I 2024, BI Sebut Kinerja Industri Pengolahan Lanjutkan Fase Ekspansi

Mengenai kondisi berat yang dihadapi industri baja nasional, sebelumnya juga disampaikan berbagai pihak, antara lain Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira dan Chairman Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) Purwono Widodo.

Purwono menyoroti mengenai dampak realisasi larangan dan pembatasan (lartas) impor melalui Permendag 36/2023 jo. 3/2024 yang belum membuahkan hasil mengatasi banjir impor besi dan baja. 

Padahal sesuai data Kementerian Koordinator Perekonomian, lanjut Purwono, kondisi pasokan global mengalami oversupply hingga 632 juta ton. Kondisi demikian tentu membuat industri saat ini sangat was-was. Tercatat periode Januari-Oktober, impor besi baja Cina ke Indonesia mencapai 3,35 juta ton meningkat 28,1% dari periode yang sama tahun sebelumnya.  

Masalah banjir baja impor, memang harus segera diselesaikan. Bahkan Jumat lalu (26/4), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menginspeksi mendadak pabrik baja milik investor Cina PT Hwa Hok Steel di Cikane, Serang, Banten. Tidak tanggung-tanggung, Zulhas menemukan besi beton tak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 27.078 ton senilai Rp257 miliar lebih.

"Risikonya kalau tidak memenuhi SNI tentu berbahaya. Kalau jalan bisa miring, kalau gedung bisa roboh, dan akan merugikan konsumen," kata Mendag saat peninjauan pemusnahan, di Serang, Banten.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: