Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Impor Beras 3,6 Juta Ton dan Keterlibatan China di Food Estate Dinilai Menujukan Buruknya Tata Kelola Pangan oleh Pemerintah

Impor Beras 3,6 Juta Ton dan Keterlibatan China di Food Estate Dinilai Menujukan Buruknya Tata Kelola Pangan oleh Pemerintah Kredit Foto: Antara/Donny Aditra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Rencana pemerintah melakukan impor beras sebanyak 3,6 juta ton dan melakukan kerja sama dengan China dalam pengembangan proyek ketahanan pangan di Kawasan food estate di Kalimantan disoroti Anggota Komisi IV DPR RI Slamet.

Slamet merasa kecewa pada pemerintah yang bukan merekonstruksi pengelolaan pangan, melainkan malah membuat kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kedaulatan dan kemandirian pangan.

Menurutnya, langkah yang diambil sejauh ini menunjukkan keburukan tata kelola pangan yang dilakukan pemerintah.

“Pemerintah sudah dan akan kembali memecahkan rekor impor beras tertinggi dalam sejarah, di mana kami menilai hal tersebut merupakan dampak dari buruknya tata kelola pangan selama lima tahun terakhir ini. Akan tetapi alih-alih merekonstruksi pengelolaan pangan pemerintah malah terus membuat kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kedaulatan dan kemandirian pangan,” ungkap Slamet dalam interupsi Rapat Paripurna DPR RI ke-16 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 yang dilaksanakan di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (14/05/24), dilansir dari laman fraksi.pks.id.

Baca Juga: Kelas BPJS Dihapus Jokowi, Habib PKS Singgung Soal Pelayanan: Harus Ada Jaminan Kesamaan Pelayanan

Slamet menjelaskan, pengelolaan pertanian saat ini semakin tidak jelas arah dan tujuannya.

Ia menyinggung Nawacita yang dijanjikan Presiden Jokowi sejak awal menjabat di tahun 2014 lalu.

“Hal ini tidak sesuai dengan Nawacita yang dijanjikan Presiden Jokowi pada kampanyenya di tahun 2014. Termasuk dengan rencana kerja sama Indonesia dan China dalam pengembangan proyek ketahanan pangan nasional di Kawasan food estate di Kalimantan,” terang Slamet.

Menurutnya, rencana ini mendiskriminasi peneliti dan perguruan tinggi pertanian di Indonesia. Ia juga khawatir dengan adanya kemungkinan impor petani suatu hari nanti.

“Menurut kami rencana ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap peneliti dan perguruan tinggi pertanian yang hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu dugaan kami, kegiatan tersebut dapat menjadikan jalan eksodus petani Tiongkok berupa impor petani seperti yang kita lihat saat ini terjadi di sektor pertambangan,” tandasnya.

Jika ini terjadi, kata Slamet, maka akan membuktikan prediksi sebelumnya bahwa suatu saat nanti yang diimpor bukan lagi komoditas pertaniannya saja melainkan petani pun akan diimpor.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut pemerintah berencana mengimpor beras sebesar 3,6 juta ton.

“Ya maka kita (sudah) harus siapkan dari jauh hari, pemerintah sudah memutuskan, impor beras kalau enggak salah, tahun ini 3,6 juta tentu itu untuk persiapan. Karena ini ada perubahan iklim, cuaca ekstrem,” kata Zulkifli di Jakarta, Sabtu (4/5/2024), dikutip dari laman kompas.com.

Sebelumnya juga diketahui China bersedia untuk mengembangkan pertanian di Kalimantan Tengah dengan memberikan teknologi padinya, dan akan memulai proyek ini pada Oktober 2024.

“Kita (Indonesia) minta mereka (China) memberikan teknologi padi mereka, di mana mereka sudah sangat sukses menjadi swasembada. Mereka bersedia,” ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan Luhut sebagaimana dipantau melalui akun instagram resminya luhut.pandjaitan di Jakarta, Minggu (21/4/24).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: