Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Suryadi Jaya Purnama, mengkritisi program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dengan menekankan bahwa masalah utamanya bukanlah kurangnya sosialisasi, melainkan lamanya proses pengundangan dan implementasi UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera.
Suryadi mengingatkan bahwa pada tahun 2016, UU Tapera mendapat dukungan dari berbagai organisasi buruh seperti Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI). Bahkan, DPR RI telah mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBS) pada 23 November 2015 untuk membahas UU ini.
Baca Juga: Gak Bakal Ditunda, Tapera Akan Berjalan Meski Banjir Penolakan
“Padahal UU tentang Tapera pada tahun 2016 lalu mendapat dukungan dari berbagai organisasi buruh seperti Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI). Bahkan RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) DPR RI dengan Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBS) membahas UU ini pernah dilakukan pada 23 November 2015,” ungkapnya dilansir Sabtu (1/6).
Di sisi lain, Suryadi menyoroti banyaknya potongan gaji yang harus ditanggung pekerja saat ini, seperti BPJS Kesehatan (1 persen), BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun (1 persen), Jaminan Hari Tua (2 persen), serta Pajak Penghasilan Pasal 21 (5-35 persen sesuai penghasilan). Potongan-potongan ini, menurutnya, semakin membebani pekerja, terutama dengan kewajiban menjadi peserta Tapera sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU No. 4 Tahun 2016.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana juga menjadi perhatian Suryadi, terutama mengingat kasus penyalahgunaan dana pada Jiwasraya dan Asabri. Meskipun BP Tapera telah merancang skema pengelolaan dana yang baik, masyarakat tetap merasa sulit untuk diyakinkan.
Suryadi juga menyoroti belum adanya evaluasi terhadap pengelolaan dana Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum-PNS) yang telah berjalan sejak tahun 1993 dan dilebur ke dalam Tapera pada tahun 2018. Ia menekankan pentingnya klarifikasi mengenai pencairan uang tabungan dari ribuan PNS yang belum dapat mencairkan dana mereka.
Karena itu, dirinya meminta pemerintah untuk mempertimbangkan evaluasi menyeluruh terhadap Tapera, yang sebenarnya telah dilaksanakan sejak 2020 bagi PNS. Jika diperlukan, revisi terhadap UU No. 4 Tahun 2016 harus dilakukan, terutama mengenai kewajiban setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan minimal sebesar upah minimum untuk menjadi peserta Tapera.
Baca Juga: DPR: Tapera Sesungguhnya Punya Tujuan Baik
Dengan mengedepankan transparansi dan evaluasi, Suryadi berharap program Tapera dapat berjalan lebih efektif dan memberikan manfaat nyata bagi para pekerja tanpa menambah beban finansial mereka.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement