CCTV Kasus Vina Muncul, Roy Suryo Pertanyakan Siapa 'Sutradara' di Balik Pemberitaan Berlebihan Selama Ini
Dr. KRMT Roy Suryo, seorang pengamat teknologi dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, menyuarakan pendapatnya mengenai pemberitaan berlebihan tentang kasus Vina yang terjadi delapan tahun lalu, tepatnya pada 2016. Pasalnya, dalam beberapa minggu terakhir, kasus ini kembali mencuat di berbagai media mainstream dengan intensitas yang tinggi.
Roy Suryo mengungkapkan bahwa dirinya sengaja menghindari memberikan komentar atau menjadi narasumber dalam kasus Vina. Ia menilai bahwa kasus ini, yang sebelumnya melibatkan "orang-orang yang bukan siapa-siapa", telah di-blow up secara berlebihan oleh media.
Selama hampir sebulan, setiap malam media terus-menerus menayangkan dialog langsung terkait kasus ini, menghadirkan berbagai pihak yang saling berdebat tanpa memberikan informasi yang mendidik bagi masyarakat.
"Lebay, kalau kata masyarakat sekarang ini," ujar Roy Suryo, menggambarkan liputan yang tidak seimbang tersebut. Ia menambahkan bahwa beberapa stasiun TV bahkan menayangkan topik yang sama selama 2-3 minggu berturut-turut, menghadirkan narasumber yang tampak mengada-ada dan topik yang seolah dipaksakan. Menurutnya, isi pemberitaan tersebut sering kali tidak ada relevansinya dengan isu-isu yang sebenarnya lebih penting.
Roy Suryo menyoroti berbagai isu krusial yang kurang mendapat perhatian media dibandingkan kasus Vina. Beberapa di antaranya adalah kasus korupsi timah senilai Rp271 triliun yang melibatkan dua institusi penegak hukum, kasus TAPERA yang memberatkan masyarakat dan berpotensi menjadi ajang korupsi baru, serta keputusan Mahkamah Agung tentang batas usia calon kepala daerah yang diduga dimanipulasi oleh oknum tertentu.
Lebih lengkap, inilah pernyataan dari Dr. KRMT Roy Suryo mengenai kasus Vina:
"Kasus-kasus yang sejatinya lebih penting di atas sebenarnya jauh lebih krusial untuk mendapatkan porsi pemberitaan yang lebih besar dibandingkan dengan hanya mengulang-ulang pernyataan dari pihak-pihak dalam kasus tahun 2016 tersebut. Dampak yang akan dirasakan masyarakat jauh lebih besar jika kasus-kasus seperti korupsi timah, pemotongan TAPERA, hingga calon kepala/wakil kepala daerah yang belum cukup umur namun diloloskan melalui perubahan peraturan yang seenaknya, tidak diungkapkan secara transparan. Oleh karena itu, tampak jelas bahwa pemberitaan berlebihan mengenai kasus Vina ini justru ditengarai digunakan untuk menutupi kasus-kasus besar tersebut."
"Setelah selama ini topik yang dibahas tampak 'jauh panggang dari fakta' misalnya hanya berdasar pada ilusi film yang sengaja dibuat dengan judul 'Vina sebelum 7 hari', kejadian halusinasi 'kesurupan' yang tidak bisa dijadikan fakta hukum, hingga munculnya nama-nama baru yang berani mengaku sebagai 'saksi fakta' dalam kasus yang terjadi pada tanggal 27 Agustus 2016 tersebut. Kini mulai muncul bukti baru berupa tangkapan layar Close Circuit Television (CCTV) yang disebut-sebut berasal dari kasus tersebut. Tangkapan layar yang masih berupa kolase ini memang belum bisa diuji kebenarannya, apalagi disebut-sebut hanya berasal dari pihak ketiga yang mempostingnya di akun TikTok dan Instagram."
"CCTV yang belum bisa diuji kebenarannya ini memang penting untuk ditegaskan sebelumnya, karena seharusnya CCTV yang bisa digunakan sebagai alat bukti, sesuai Pasal 5 dan 6 UU ITE, bukan hanya berupa tangkapan layar saja tetapi rekaman video utuh yang bisa diputar untuk dianalisis kualitas video dan metadata asli CCTV tersebut. Secara teknis, rekaman CCTV dalam DVR (Digital Video Recorder) biasanya bertahan 1-2 bulan (jika harddisknya berkapasitas 500GB sampai 1TB saat itu). Jika sekarang mungkin saja harddisk DVR di CCTV bisa mencapai kapasitas 2TB hingga 4TB, tetapi itu juga tidak akan bisa menyimpan sampai 8 tahun (2016 sampai 2024)."
"Secara teknis, melihat tangkapan layar CCTV yang sekarang ditampilkan, jelas ada rekaman videonya yang utuh dan ada kesengajaan untuk 'menyimpan' rekaman tersebut mulai dari peristiwa tersebut hingga sekarang, karena adegan-adegan yang ditampilkan cukup signifikan, mulai dari geng motor yang berkerumun, ada yang membawa balok kayu ukuran besar, hingga terekamnya sosok wanita lain (selain Vina) dalam CCTV tersebut. Secara teknis, juga kualitas dari rekaman CCTV ini cukup jelas dan layak untuk dianalisis, karena teknologi tahun 2016 meski belum berkualitas HD / 4K seperti kamera-kamera sekarang, tidak rendah resolusi sehingga masih bisa ditelaah secara ilmiah."
"Apalagi disebutkan jumlah CCTV yang ada di TKP sebenarnya bukan hanya satu tetapi sampai berjumlah tujuh kamera CCTV, mulai dari perempatan, perumahan mewah, minimarket seperti Indomaret dan Alfamart hingga ke jembatan / Flyover Talun. Jika melihat kualitas tangkapan layar CCTV ini kondisinya jauh lebih bagus dari CCTV di salah satu pondok pesantren di Cikarang yang sempat saya hadirkan sebagai ahli oleh LBH Jakarta di sidang PN Cikarang tahun 2022 lalu dan Alhamdulillah bisa menjadi bukti utama dalam persidangannya dan membebaskan pihak yang tidak bersalah."
"Sebagaimana kasus Kopi Sianida Jessica di Kafe Olivier yang juga kembali menjadi heboh gara-gara ada tayangan di Netflix sebelumnya, CCTV dalam kasus itu diragukan di sidang karena penanganan CCTV-nya tidak sesuai protap alat bukti karena hanya diambil dari USB flashdisk dan bukan dari DVR aslinya. Apalagi jika benar bahwa rekaman CCTV kasus Vina ini sudah 'disimpan' selama 8 tahun dan tidak ditampilkan di sidang bulan Februari 2017 silam karena 'tidak ada ahli', sungguh sangat absurd mengingat sejak 2004 saja saya sudah sering dihadirkan untuk kasus-kasus seperti ini."
"Kesimpulannya, munculnya tangkapan layar CCTV yang baru ditampilkan sekarang ini semakin menambah kecurigaan saya terhadap kasus ini. Jelas tampak ada kesengajaan untuk 'memperpanjang' pengungkapan kasusnya dan sekali lagi dimungkinkan untuk menutupi kasus-kasus besar lainnya di atas (korupsi timah, TAPERA, putusan MA bahkan kasus lama soal Kilometer 50). Siapa (oknum) 'sutradara' di balik semua pemberitaan yang, disengaja, dibuat panjang ini? Kasihan masyarakat, harus terbebani lagi dengan perbincangan yang sebenarnya tidak perlu gara-gara negara yang semakin tidak baik saja ini."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement