Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fiks Kaesang Tidak Bisa Jadi Cagub di Pilkada 2024

Fiks Kaesang Tidak Bisa Jadi Cagub di Pilkada 2024 Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep berbincang dengan warga saat berkunjung ke Pasar Pajus di Medan, Sumatera Utara, Senin (13/11/2023). Kunjungan Ketua Umum PSI tersebut untuk bertemu dan mendengar aspirasi masyarakat secara langsung. | Kredit Foto: Antara/Fransisco Carolio
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pegiat media sosial Jhon Sitorus mengungkapkan bahwa kini putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep sudah jelas tidak bisa menjadi calon gubernur (cagub) di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.

Pasalnya Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pengubahan penentuan syarat usia minumum dalam Undang-Undang (UU) Pilkada, sehingga Kaesang Pangarep tidak memenuhi syarat usia untuk bisa maju sebagai cagub.

Baca Juga: KIM Plus Auto Panik, Anies atau Ahok Bersama PDIP Bisa Maju Pilkada DKI Jakarta

"Fix, Kaesang TAK BISA jadi Calon Gubernur. Syarat usia Calon Gubernur dihitung saat penetapan paslon, bukan saat pelantikan sebagaimana putusan MA beberapa bulan lalu," ungkapnya, dikutip dari akun X pribadinya, Selasa (20/8).

"Dengan demikian, Kaesang tidak memenuhi syarat sebagai calon Gubernur/wakil karena pada saat pendaftaran/penetapan usianya masih 29 tahun. Mahkamah Konstitusi MENYALA," imbuhnya.

Diketahui, dalam putusan nomor 70/PUU-XXII/2024 Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pengubahan penentuan syarat usia minumum dalam Undang-Undang (UU) Pilkada. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan syarat usia calon kepala daerah harus dihitung saat penetapan pasangan calon.

Gugatan tersebut diajukan A Fahrur Rozi (mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan Anthony Lee (mahasiswa Podomoro University).

"Menimbang bahwa setelah Mahkamah mempertimbangkan secara utuh dan komprehensif berdasarkan pada pendekatan historis, sistematis dan praktik selama ini, dan perbandingan, pasal 7 ayat 2 huruf e UU 10 tahun 2016 merupakan norma yang sudah jelas, terang-benderang, bak basuluh matohari, cheto welo-welo, sehingga terhadapnya tidak dapat dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain atau berbeda selain dari yang dipertimbangkan dalam putusan a quo, yaitu persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon," kata Hakim Saldi Isra, dikutip dari VIVA.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Advertisement

Bagikan Artikel: