Investasi dan produksi energi minyak dan gas di Indonesia terbilang cukup rendah. Apalagi, jika dibandingkan dengan jumlah investasi dan produksi migas global.
Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner, Komaidi Notonegoro, mengungkapkan bahwa jumlah investasi hulu migas global per 2023 menyentuh angka US$ 700 miliar. Porsi investasi migas Indonesia dari jumlah investasi sebanyak itu hanya berkisar di angka US$ 14 miliar.
"Perlu kita sadari bersama, di dalam kancah global kita itu sebetulnya relatif kecil. Investasi hulu migas global itu jumping dari US$ 300 miliar ke US$ 700 miliar di tahun 2023," kata Komaidi dalam acara detikcom Leaders Forum 'Masa Depan Energi RI, Jaga Ketahanan demi Kedaulatan' di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Rabu (11/9/2024).
Dengan kata lain, tahun 2020 lalu investasi migas global menurun ke angka US$ 300 miliar dan sekarang sudah di kisaran US$ 700 miliar. Komaidi menyebut bahwa investasi migas Indonesia hanya US$ 14 miliar.
"Mungkin kalau datanya salah mohon dikoreksi. Tapi kira-kira di kisaran itu, jadi US$ 14 miliar vs US$ 700 miliar, jadi kita kecil ya," sambungnya.
Baca Juga: Eksplorasi Potensi Migas: PHR Bakal Survei Seismik 3D di Blok Rokan
Padahal, menurut Komaidi investasi di sektor migas secara keseluruhan bisa memberi nilai tambah hingga 7 kali lipat. Maknanya, nilai ekonomi yang didapat oleh Indonesia bisa mencapai Rp7 triliun apabila ada nilai investasi yang masuk sebesar Rp1 triliun.
Di sisi lain, yang menjadi permasalahan saat ini yakni banyaknya aturan dan permintaan izin investasi di Indonesia masih lintas sektor. Dengan kata lain, banyak perusahaan yang harus meminta banyak izin dari berbagai Kementerian/Lembaga terkait secara terpisah ketika menanamkan investasinya di Indonesia. Sehingga hal tersebut membuat proses perizinan investasi di Indonesia masih sangat lamban.
"Jadi kalau katakanlah investasi ke Singapura, ke Thailand, ke Filipina, government mereka bisa sampaikan ini izin anda yang tipe A, B kurang lebih katakanlah 3 bulan, itu kira-kira 95% approved. Di Indonesia ketika kita tanya, pak saya izin lingkungan kira-kira bisa selesai kapan? Tidak ada yang bisa jawab. Karena sangat dinamis, sangat berubah-ubah. Nah ini yang diperlukan investor (kemudahan perizinan)," ujar Komaidi.
Hal itu disebabkan karena adanya salah satu pertimbangan utama bagi para investor untuk menanamkan modalnya adalah kemudahan dalam mendapatkan izin. Selain itu, faktor lainnya adalah ketersediaan pasar dan modal serta beberapa pertimbangan lainnya.
Dia menilai, jaminan kepada para investor tersebut akan mengukur risiko ketika mereka berinvestasi. Mereka perlu berhitung untung rugi dan faktor-faktor lainnya sebelum menggolkan rencana investasi mereka di Indonesia.
Baca Juga: 22 Tahun Pengelolaan Hulu Migas , SKK Migas Beri Penghargaan KKKS yang Berkontribusi Signifikan
"Karena IRR, internal rate of return, akan dihitung dari 'kira-kira berapa lama ya kembalinya?', kemudian tahapan apa yang saya perlukan, investasi yang saya keluarkan berapa?' nah itu yang akan menjadi basis pengambilan keputusan," ucap dia.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Komaidi menilai pemerintah harus segera membenahi aturan lintas Kementerian/Lembaga. Harapannya, proses perinzinan investasi di sektor migas makin mudah untuk dilakukan.
Atas hal tersebut, dia menyarankan kepada pemerintah agar belajar dan mencontoh negara luar khususnya di kawasan Amerika Utara dan Selatan yang telah terbukti berhasil menarik banyak investor setelah melakukan pembenahan internal.
"Kalau kita di kancah global kita kecil, kemudian investasi trennya sekarang ini ke Amerika Utara dan Selatan di dalam beberapa tahun terakhir, mungkin 50% ke arah sana, kenapa? Mereka memperbaiki banyak hal. Infrastrukturnya diperbaiki, rezim fiskalnya juga diperbaiki. Selain itu cadangan mereka juga gede," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement