Hutan Wakaf merupakan inisiatif konservasi yang melakukan pengembangan hutan produktif di atas tanah wakaf.
Instrumen wakaf atas tanah menjamin kelestarian hutan karena wakaf mempunyai ciri khas yaitu tidak boleh dijual, diwariskan, dan dihibahkan.
Hutan wakaf tidak hanya menjaga ekosistem namun juga memberikan manfaat sosial dan ekonomi.
Hal ini terungkap dalam acara Diseminasi Riset dan Peluncuran Buku Hutan Wakaf: Teori dan Praktik yang digelar di Bandung, Jawa Barat pada Rabu (25/09/2024).
Ketua Yayasan Hutan Wakaf Bogor sekaligus salah satu penulis buku, Khalifah Muhammad Ali mengungkapkan hutan wakaf sangat potensial di Indonesia.
“Kami ada program 3E, ekologi yang unik di hutan wakaf, kemudian ada program ekonomi dan edukasi atau sosial,” katanya.
Dalam buku tersebut, program ekologi merupakan program yang konservasi hutan yang fokus di pembebasan lahan hutan wakaf dan upaya konservasinya.
Sedangkan, program ekonomi mewajibkan hutan wakaf untuk memiliki nilai ekonomis yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Kedua hal tersebut harus ditopang dengan edukasi yang memastikan bahwa generasi penerus dapat melanjutkan hutan wakaf agar keberlanjutannya terjamin.
Penelitian juga mengungkap bahwa perspektif masyarakat terhadap program Hutan Wakaf sangat positif, dimana 76 persen menyatakan setuju dan sangat setuju untuk berpartisipasi dalam program Hutan Wakaf.
Di sisi lain, di Indonesia saat ini sudah ada beberapa lokasi hutan wakaf, antara lain di Aceh, Mojokerto dan Sukabumi dengan total luas yang baru mencapai 10 Hektar.
Baca Juga: Penjualan di Jabar Kian Meningkat, Suzuki Bakal Bikin Kejutan di GIIAS Bandung 2024
“Studi kasus hutan wakaf kami di Bogor yang mulai sejak tahun 2018, dari sisi luasan sudah mencapai 2,5 hektar dan terbagi di enam bidang tanah. Hutan wakaf ini sudah memberi manfaat lebih dari 500 kepala keluarga melalui berbagai program ekologi, ekonomi dan sosial dakwah,” jelas Khalifah.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Badan Wakaf Indonesia Emmy Hamidiyah mengatakan sumber dana untuk program wakaf hutan bisa fleksibel. Termasuk memungkinkan untuk mengumpulkan dana abadi dari penjualan karbon.
Misalnya perusahaan harus menyisihkan CSR, kita minta CSR itu selama ini dalam bentuk program-program dan sebagian dalam bentuk uang diwakafkan sebagai dana abadi.
"Kemudian jadi sumber dana berkelanjutan untuk pengelolaan wakaf hutan,” ujarnya
Ia pun mendorong agar wakif bisa memastikan wakafnya lebih bermanfaat. Salah satunya bisa dilakukan nazhir dengan menyosialisasikan tanah yang tidak dikelola agar diwakafkan menjadi hutan, termasuk tanah-tanah yang terbengkalai dan jauh dari pemukiman agar bisa dimanfaatkan sebagai hutan.
"Bisa buat program bersama, wakaf produktifnya adalah hutan,” ujarnya.
Steering Comitee dari MOSAIC, Nur Hasan Murtiaji mengatakan Indonesia selama ini dikenal sebagai paru-paru dunia dan memiliki posisi strategis dalam menyumbangkan oksigen dan serapan karbon yang bisa dimaksimalkan.
"Selain itu kesadaran umat Muslim terhadap isu perubahan iklim saat ini terasa begitu kentara,” katanya.
Dari hasil riset Purpose pada tahun 2021 terungkap bahwa 84% masyarakat Indonesia percaya bahwa aktivitas manusia ikut bertanggung jawab atas perubahan iklim.
Masyarakat juga memiliki nilai-nilai paguyuban dan konformitas dan punya kesalehan yang tinggi, taat aturan, serta memiliki kepedulian yang tinggi.
“Maka kami membuat lima proyek yang sudah berjalan, salah satunya hutan wakaf ini yang bentuknya crowdfunding untuk perluasan hutan dan mengintensifkan upaya konservasi dan produktivitas area di dalam hutan wakaf,” katanya.
“Kami berharap hutan wakaf ini nanti ke depan bisa meluas dan direplikasi oleh berbagai pihak. Sehingga semakin banyak hutan wakaf di Indonesia dan semakin luas keberadaannya,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement